MAKALAH
“AL-
HULUL”
Diajukan
untuk memenuhi Mata Kuliah “AKHLAQ TASAWUF”
Dosen
Pembimbing :
Dr.
Ali Nurdin, S.Ag.M.Si
Nama
Kelompok :
1. Inenda
Felayani Safitri (B76212112)
2. Regar
Virganata (B96212122)
PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam
sebagai agama atau ajaran yang tidak hanya menganjurkan masalah eksternal dalam
membimbing manusia untuk mengetahui jalan hidup yng harus dilalui, tapi juga
mengajarkan hal-hal yang bersifat internal dalam sisi-sisi humanis dengan
teologi dan implementasinya telah diinterpretasikan oleh pemeluknya dengan
berbagai wacana dan pergulatan pemikiran yang sangat beragam.
Salah
satu pemikiran yang paling rawan dalam konflik adalah pemikiran-pemikiran
tasawuf. Pembahasan tasawuf adalah pembahasan yang banyak berkaitan dengan
hal-hal metafisik, sehingga dibutuhkan penguasaan metodologi dan pengalaman
langsung untuk memudahkan kita menjelaskan apa yang sebenarnya dialami
tokoh-tokohnya saat menungkan gagasan dan tindakan sebagai manifestasi
keyakinannya.
Dalam
makalah ini, saya akan memaparkan sedikit tentang pemikiran dan ajaran Al-Hulul
dalam tasawuf.
B.
Ruusan Masalah
1.
Pengertian hulul ?
2.
Siapa tokoh yang mengembangkan hulul ?
3.
Bagaimana sejarah singkat tentang hulul
?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian Al-Hulul
2.
Menambah wawasan kita seputar Al-hulul
3.
Serta mengetahui sejarah singkat hulul
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara
etimologi hulul berasal dari kata Halla yahlul-hululan yang artinya menempati.
Al hulul dapat berarti suatu tempat. Jadi hulul secara harfiah berarti “tuhan
mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yang telah lenyap sifat
kemanusiaannya melalui fana. Abu Nasr al Tusi yang di dalam bukunya “Al-Luma”
mengatakan bahwa hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih
tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambi tempat di dalamnya, setelah
sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh manusia itu dilenyapkan.
Dapat
juga dikatakan, konsep hulul yaitu immanensi roh tuhan dalam diri manusia.
Bagaimana roh tuhan tadi menempati dalam diri manusia dan alam semesta. Hulul
berasal dari bahasa Arab yang berarti menempati. Menurut al-Hallaj, Tuhan mempunyai
dua sifat dasar, yaitu :
1.
Al-lahut (sifat ketuhanan)
2.
An-nasut (sifat kemanusiaan)
Manusia
juga memounyai sifat yang sama, oleh karena itu antara tuhan dnegan manusia
terdapat kesamaan sifat pendangan bahwa tuhan dan manusia mempunyai sifat dasar
yang sama, ini diambil dari sebuah hadist yang berarti “sesungguhnya Allah
menciptakan adam sesuai dengan bentuknya” (HR.Bukhari, Muslim dan Ahmad Ibn
Hambali). Hadist ini mengandung arti bahwa di dalam diri adam as. Terdapat
bentuk tuhan yang disebut al-Lahut, sebaliknya di dalam diri Tuhan terdapat
bentuk manusia disebut al-Nasut.
Berdasarkan adanya
faham kesamaan sifat antara Tuhan dan manusia, maka persatuan anatara tuhan
manusia itu mengkin terjadi, persatuan tersebut terjadi dalam bentuk hulul.
Untuk melenyapkan al-nasut, seorang hamba harus memperbanyak ibadah. Bila
usahanya melenyapkan sifat ini berhasil, maka tinggallah dalam dirinya hanya
sifat al-lahut. Pada saat itulah sifat al-nasut Tuhan turun dan masuk dalam
tubuh seorang sufi sehingga terjadilah hulul. Penyatuan Roh Tuhan dan Roh
Manusia dilukiskan oleh al-hallaj: “Jiwamu disatukan dengan Jiwaku, sebagaimana
anggur di campur dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yang menyentuh engkau,
ia menyentuh aku pula, dan ketika itu dalam setiap keadaan engkau adalah aku”.
Allah dapat mengambil tempat pada
diri manusia itu bertolak dari dasar pemikiranal-hallaj tentang teorinya
mengenai kejadian manusia dalam bukunya yang berjudul al-Thawasin. Sebelum tuh
tuhan menjadikan makhluk, ia hanya melihat dirinya sendiri. Dalam
kesendiriannya itu terjadilah dialog antara tuhan dengan dirinya sendiri, yaitu
dialog yang di dalamnya tidak terdapat kata maupun huruf. Yang dilihat Allah
hanyalah kemuliaan dan ketinggian zat-Nya. Allah melihat kepada zat-Nya dan
iapun cinta kepada zat-Nya sendiri, cinta yang tidak disifatkan dan cinta
inilah yang menjadi sebab wujud. Iapun mengeluarkan dari yang tiada bentuk copy dari diri-Nya yang
empunyai sifat dan namanya. Bentuk copy ini adalah adam. Setelah menjadikan
adam dengan cara itu, ia memuliakan dan mengagungkan adam. Ia cinta kepada adam
dan pada diri adam, Allah muncul dalam bentuknya. Dengan demikian pada diri
adam terdapat sifat-sifat yang dipancarkan Tuhan berasal dari Tuhan sendiri.
Ittihad berada dalam lapangan yang kurang terang dan
bersama hulul dan tauhid dari pada bagian pada ilmu tasawuf. Para ulama syariat
islam memandangketiganya bertentangan dengan islam. Masalah ittihad, hulul dan
tauhid di kalangan sufi tidak banyak di bicarakan. Mungkin ini di sebabkan dari
pembunuhan tokoh sufi yaitu Al-Hallaj karena di tuduh mempunyai paham “hulul”.
Sehingga banyak tokoh sufi yang takut mempersoalkan tersebut, agar tidak
mempunyai nasib yang sama.
B. Konsep al-Hulul dalam teorinya Mansur al-Hallaj
1. Sketsa Biografi dan Bangunan
Pemikiran Keagamaan Mansur al- Hallaj.
Manshur al-Hallaj lahir di Persia (Iran) pada tahun 224
H/858 M. Nama lengkapnya adalah Abu al-Mughist al-Husain ibn Mansur ibn Mahma
al-Baidlawi al-Hallaj. Ayahnya bekerja sebagai pemital kapas. Kakeknya yang
bernama Mahma adalah seorang Majusi. Ketika masih kecil, ayahnya
pindah ke Tustar, kota kecil dikawasan Wasith, dekat Baghdad.
Masa kecilnya banyak dihabiskan untuk belajar ilmu
keagamaan. Sejak kecil, al-Hallaj mulai belajar membaca al-Qur’an, sehingga
berhasil menjadi penghafal al-Qur’an (hafidz). Pemahaman tasawuf pertama kali
ia kenal dan pelajari dari seorang sufi yang bernama Sahl
al-Tustari Karena pengembaraannya yang intens, maka ia dikenal sebagai
seorang sufi yang berkelana ke berbagai daerah. Berkelananya ke berbagai
daerah, mengantarkan ia dapat berkelana, bertmu, berteman dan bahkan berguru
kepada para sufi kenamaan pada masa itu. Menginjak usia 20 tahun, al-Hallaj
meninggalkan Tustar menuju kota Basra dan berguru kepada Amr Makki. Untuk
memperdalam keilmuannya, seterusnya pindah ke kota Bagdad untuk menemui
sekaligus berguru kepada tokoh sufi modern yang termasyhur, yaitu al-Junaid
al-Baghdadi. Ia digelari al-Hallaj karena penghidupannya yang dia peroleh dari
memintal wol.
Dalam sumber lain dijelaskan, bahwa disebut al- Hallaj
karena dapat membaca pikiran-pikiran manusia yang rahasia, maka terkenal dengan
Hallaj al-Asror, penenun ilmu ghaib. Selanjutnya, al-Hallaj muda pergi ke kota
Makkah. Di kota suci ini, ia menetap selama kurang lebih satu tahun. Selama di
kota suci ini ia tinggal dan bermukim di pelataran Masjid al-Haram sambil
melakukan praktek kesufiannya. Pada situasi dan kondisi seperti inilah, ia
mengalam dan merasakan sebuah pengalaman spiritual yang tiada tara
bandingannya. Dalam sebuah pengakuannya, ia telah mengalami pengalaman mistik
yang luar biasa, yang pada wacana berikutnya kemudian terkenal dengan istilah
khulul.
Pada ujung proses merasakan dan mengalami pengalaman
spiritual yang luar bisa tersebut, al-Hallaj memutuskan untuk kembali ke kota
Baghdad dan menetap di kota ini sambil terus menyebarkan ajaran tasawufnya.
Namun demikian, keadaan menentukan lain dan memaksanya menjadi rakyat yang
tertindas dari kekejaman penguasa saat itu. Pada tanggal 18 Dzulkaidah 309 H /
922 M ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh pengusa Dinasti Abbasiyah
(Khalifah Al-Muktadir Billah). Motive dan latar belakang penangkapan dan vonis
hukuman mati ini adalah bermuara dari tuduhan membawa pahamhulul yang dianggap
menyesatkan ummat. Sisi lain, al-Hallaj juga dituduh mempunyai hubungan dengan
Syiah Qaramitah.
2. Konsep al-Hullul Mansur al-Hallaj
Konsep yang diusung oleh Mansur Al-Hallaj dalam praktek
pengalaman tasawufnya sebenarnya berpijak dari kedekatannya dengan Tuhan.
Kedekatan berikut dengan segala atribut nuansa spiritualnya bertumpu pada
konsep teologi yang masih dalam koridor spiritualitas Islam (Islamic
Spirituality). Spiritualitas Islam yang senantiasa identik dengan upaya
menyaksikan Yang Satu, mengungkap Yang Satu, dan mengenali Yang Satu, Tuhan
dalam kemutlakan Realitas-Nya yang melampaui segala manifestasi dan
determinasi, Sang Tunggal yang ditegaskan dalam al-Qur’an dengan nama Allah.
Ajaran tasawuf Al-Hallaj yang terkenal adalah konsephulul.
Tuhan dipahami mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu setelah manusia
tersebut betul-betul berhasil melenyapkan sifat kemanusiaan yang ada dalam
tubuhnya.
Menurut Al-Hallaj bahwa Tuhan mempunyai dua sifat dasar,
yaitu al-lahut (sifat ketuhanan) dan al-nasut (sifat kemanusiaan).
Demikian juga manusia juga memiliki dua sifat dasar yang
sama. Oleh karena itu, antara Tuhan dan manusia terdapat kesamaan sifat.
Argumentasi pemahaman ini dibangun berdasarkan kandungan makna dari sebuah
hadits yang mengatakan bahwa : “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai
dengan bentukNya” sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Ahamad bin
Hambal atau Imam Hambali. Hadits ini memberikan wawasan bahwa di dalam diri
Adam as terdapat bentuk Tuhan yang disebutal- lahut. Sebaliknya di dalam diri
Tuhan terdapat bentuk manusia yang disebutal-nasut.
Berdasarkan pemahaman adanya sifat antara Tuhan dan manusia
tersebut, maka integrasi atau persatuan antara Tuhan dan manusia sangat mungkin
terjadi. Proses bersatunya antara Tuhan dn manusia dalam pemahaman ini adalah
dalam bentukhulul.
Bersatunya antara Tuhan dan manusia harus melalui proses
bersyarat, dimana manakala manusia berkeinginan menyatu dengan Tuhannya, maka
ia harus mampu melenyapkan sifat al-nasutnya. Lenyapnya sifat al-nasut, maka
secara otomatis akan dibarengi dengan munculnya sifat al-lahut dan dalam
keadaan seperti inilah terjadi pengalamanhulul. Untuk
melenyapkan sifat al-nasut, seorang hamba harus memperbanyak ibadah. Dengan
membersihkan diri melalui ibadah dan berhasil usahanya melenyapkan sifat ini,
maka yang tinggal dalam dirinya hanya sifat al-lahut. Pada saat itulah sifat
al-nasut Tuhan turun dan masuk ke dalam tubuh seorang Sufi, sehingga terjadilah
hulul, dan peristiwa ini terjadi hanya sesaat.
Pernyataan al-Hallaj bahwa dirinya tetap ada, yang terjadi
adalah bersatunya sifat Tuhan di dalam dirinya, sebagaimana ungkapan syairnya :
“Maha
suci zat yang sifat kemanusiaan-Nya membukakan rahasia ketuhanan-Nya yang gemilang.
Kemudian kelihatan bagi makhluknya dengan nyata dalam bentuk manusia
yang makan dan minum”.
Dalam syair di atas tampak Tuhan mempunyai dua sifat dasar
ke- Tuhanan, yaitu “Lahut” dan “Nasut”. Dua istilah ini oleh al-Hallaj diambil
dari falsafah Kristen yang mengatakan bahwa Nasut Allah mengandung tabiat
kemanusiaan di dalamnya. Dalam konsep hulul al-Hallaj dimana Tuhan dengan sifat
ketuhanan menyatu dalam dirinya, berbaur sifat Tuhan itu dengan sifat
kemanusiaan. Penyatuan antara roh Tuhan dengan roh manusia dilukiskan oleh
al-Hallaj di dalam syairnya sebagai berikut :
“JiwaMu
disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur dicampur dengan air suci. Dan
jika ada sesuatu yang menyentuh Engkau, ia menyentuh aku pula dan ketika itu
dalam setiap keadaaan Engkau adalah aku”.
Bahkan didalam syairnya yang lain, al-Hallaj melukiskan
dengan sangat jelas bahwa :
“Aku
adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucinta adalah aku. Kami adalah
dua roh yang bersatu dalam satu tubuh. Jika engkau lihat aku, engkau
lihat Dia, dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat kami”.
Tatkala peristiwa hulul sedang berlangsung, keluarlah
syatahat (kata-kata aneh) dari lidah al-Hallaj yang berbunyi Ana al-Haqq (Aku
adalah Yang Maha Benar). Kataal-Haq dalam istilah tasawuf, berarti Tuhan.
Sebagian masyarakat saat itu menganggap al-Hallaj telah kafir, karena ia
mengaku dirinya sebagai Tuhan. Padahal yang sebenarnya, dengan segala kearifan
dan kerendahan hati spiritualnya, al-Hallaj tidak mengaku demikian. Perspektif
ini dibangun berdasarkan ungkapan syairnya yang lain dengan mengatakan bahwa :
“Aku
adalah Rahasia Yang Maha Benar, dan bukanlah Yang Maha Benar itu aku, aku
hanya satu dari yang benar, dibedakanlah antara kami atau aku dan Dia Yang Maha
Benar”.
Dalam pengertian lain dapat diungkapkan bahwa syatahat yang
keluar dari mulut al-Hallaj tidak lain adalah ucapan Tuhan
melalui lidahnya. Dengan ungkapan ini, semakin tidak mungkin untuk memahami
bahwa maksud al-Hallaj dengan hululnya dalam berbagai syairnya adalah dirinya
al-Haq. Jadi karena sangat cintanya kepada Allah menjadikan tidak ada pemisah
antara dirinya dengan kehendak Allah, seolah-olah dirinya dan Tuhan adalah
satu. Sebagaimana diungkapkan dalam syairnya :
“Aku adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucintai adalah
aku”
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Khulul secara etimologis berasal dari
kata hall-yahull-hulûl berarti berhenti atau diam, Menurut Abû
Manshûr al-Hallaj dalam tasawuf filosofis menyatakan
bahwa hulûl adalah pengalaman spiritual seorang sufi sehingga ia
dekat dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan menjelma padanya,
Konsep yang diusung oleh Mansur al-Hallaj dalam praktek pengalaman tasawufnya
sebenarnya berpijak dari kedekatannya dengan Tuhan. Kedekatan berikut dengan
segala atribut nuansa spiritualnya bertumpu pada konsep teologi yang masih
dalam koridor spiritualitas Islam (Islamic Spirituality), Menurut al-Hallaj
manusia mempunyai sifat dasar yang ganda, yaitu sifat ketuhannan atau lahut dan
sifat kemanusiaan atau nasut. Demikian juga halnya tuhan memiliki sifat ganda,
yaitu sifat-sifat Ilahiyat dan lahut dan sifat Insaniyah atau nasut.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Dr.
H.Ali Mas’ud, M.Ag., M.Pd.I., Ahlak
Tasawuf. Sidoarjo: DwiPutra Pustaka Jaya, 2012.
Ø Simuh, Tasawuf dan
Perkembangannya Dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo, 1997.
Ø Hadi M. Abd. W., dalam pengantar Saleh Abdul Sabur, Tragedi al-Hallaj. Bandung: Pustaka, 1976.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar