MAKALAH
(pada
fenomena rasa panik yang berlebihan pada diri sendiri)
“Di
ajukan untuk memenuhi tugas matakuliah PSIKOLOGI KOMUNIKASI”
Dosen Pembimbing :
Dr. Nikmah Hadiati Salisah, S.Ip, M.Si
Disusun Oleh :
INENDA
FELAYANI SAFITRI
B76212112
B76212112
PROGRAM
STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2014
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Setiap orang pasti mempunyai ganguuan psikis yang berbeda-beda,
berikut dengan saya sendiri. Kecemasan merupakan suatu kondisi yang dapat
dialami siapapun, rasa panik dapat berupa rasa panik yang wajar maupun tidak
wajar. Disini saya akan membeberkan gangguan psikis yang pernah saya alami, dan
itu tidak hanya sekali namun berkali-kali dalam keseharian saya. Saya
menyandang gangguan psikis pada jantung saya, jatung lemah. Akibatnya yakni
rasa panik yang overload. Rasa panik yang overload tidaklah baik bagi diri kita
sendiri dan orang lain.
Pernah suatu hari saya sedang mempersiapkan segalanya untuk
presentasi makalah individu saya dalam mata kuliah pengantar Public Relation,
dan pada saat itu saya sedang mengikuti privat public speaking dengan salah
satu dosen saya, dan tepat hari jum’at sya hendak maju untuk presentasi, sebelumnya
saya benar-benar dibimbing dosen privat saya untuk berlatih presentasi di depan
kelas dengan baik dan benar. Saya telah didiagnosa mempunyai rasa panik
yangoverload oleh dosen privat saya, maka dari itu disana saya belajar dengan
keras untuk menghilangkan sedikit demi sedikit rasa panik yang ada dalam diri
saya. Dengan cara terapi, memainset fikiran dengan hal-hal yang baik, seperti
akuu bisa, aku pasti sukses dll. Dan ketika saya hendak maju untuk presentasi,
saya sudah bayak menyiapkan materi dengan mateang, memahami segala isi yang ada
di dalam makalah tersebut dengan baik. Bila saya belajar menjelaskan sendiri di
hadapan kaca semua isi makalah yang telah saya buat sendiri tadi, saya terlihat
lancar dan terlihat lihai sebab saya sendiri menguasai materi yang saya punya,
tapi apalah daya ketika saya maju untuk presentasi di depan kelas, semuanya
buyar.
Padahal ketika sebelum presentasi saya sudah merasa percaya diri
dengan kemampuan saya, dengan kehebatan saya yang akan ku tunjukkan kepada
teman-teman dan ibu dosen, ternyata ketika aku hendak memulai menjelaskan poin
fenomena saya sedikit gugup dan panik. Sehingga membuat nada penjelasan saya di
depan teman-teman tidak stabil dan yang terjadi blibet semua ketika
menjelaskan. Terdengar di telinga teman-teman tidak jelas apa yang telah aku
jelaskan di depan kelas tadi.
Dan disana aku merasa kecewa, dimana aku tidak bisa mengontrol
kepanikanku ini dengan baik, tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa rasa panik
ini spontan datang disaat yang seperti itu. Dan hasilnya ketika aku sedang
mengaami gangguan rasa panik yang overload yakni cara atau model bicaraku
blibet, suara yang aku keluarkan tidak begitu jelas, dan nada bicaraku
ngos-ngosan seperti dikejar anjing, merasa terlalu lelah dengan rasa panik yang
terlalu overload ini.
Gangguan rasa panik membuat saya tidak nyaman dengan diri saya sendiri
saat berbicara di depan publik. Rasa takut dengan rasa panik mengakibatkan rasa
tertekan dalam diri sendiri, dan bila terlalu lama kita merasatertekan
bisa-bisa kita mengalami stres kecil. Ada sisi yang berbeda saat aku berbicara
dengan 1-5 orang bertatap muka, aku tidak akan merasa panik, tetapi bila halnya
aku berbicara didepan umum, berdiri diatas mimbar ataupun berdiri di depan
kelas, sungguh rasa panik tiba-tiba muncul tanpa di duga. Bila rasa panik bisa
dikatakan normal bila tidak melampaui batas, dan bila rasa panik itu melalui
batas, bisa jadi itu adalah gangguan rasa panik yang tidak normal menurut saya.
Terkadang kepanikanku membuat orang lain ikut panik, terkdang kaget
juga. Sebab jika aku terserang serangan panik yang tak terduga, spontan saja
aku bertriak dan berlalri ke arah yang bisa ku jangkau. Sehingga tidak
tersadarkan jika aku sudah melakukan hal yang mengagetkan orang disekitarku.
Terkadang juga kejadian tersebut telah berlalu, tetapi ketika aku bertemu
dengan fenomena yang sama atau aku sedang mengingat hal itu kecemasanku
tiba-tiba kambuh dan burujung panik. Hal seperti itu yang sangat saya benci,
dimana saya tidak bisa mengontrol kepanikan ini dan tidak bisa memainset
pikiranku agar tidak panik. Memainset pikiran dan mengontrol rasa panik yang
berlebihan bukanlah hal yang mudah bagiku, sebab kenyataannya sendri sangat
susah.
Aku sendiri pernah memeriksa ke dokter, sebenarnya saya mempunyai
penyakit apa saja, agar aku dari sekarang bisa mengobati bila memang ada. dan
ternyata aku mengalami penyakit jantung alias jantung lemah, jadi tidak bisa
menyalahkan siapa-siapa jika aku mempunyai rasa panik yang overload.
Lalu ada lagi, aku pernah mengalami ini,
ketika saya berada di tempat umum dan melihat dengan mata kepala sendiri ada
kecelakaan dahsyat di depan saya, secara spontan diri saya sendiri merasa
panik, dan tidak berani berkutik. Saya takut dengan keadaan orang yang
mengalami kecalakaan tersebut, bukannya saya tidak inigin menolongnya. Sebab
saya sendiri juga panik, bahkan tidak panik saja, secara spontan jantung saya
tiba-tiba berdebar dan butuh penenang. Padahal bukan diri saya sendiri yang
sedang menimpa kecelakaan tersebut, melainkan orang lain, kenapa jadi saya yang
merasa takut dan panik berlebihan seperti ini. Ini semua tidak bisa saya
hindari. Syaa terkadang benci dengan diriku sneidri yang seperti itu, terlalu
takut dengan apa yang sedang terjadi.
B. KAJIAN
TEORITIK
Dalam gangguan panik seseorang mengalami
serangan mendadak dan sering kali tidak dijelaskan dalam bentuk serangkaian
simtom yang tidak mengenakkan—kesulitan bernafas, jantung berdebar, mual, nyeri
dada, merasa seperti terrrdeeesak, dan tercekik. Pusing, berkeringat dan gemetr
serta kecemasan yang sangat dalam , teror dan merasa seolah-olah akan mati.
Depsresonalisasi, perasaan bahwa dunia tidak nyata, juga ketakutan kehilangan
kendali, menjadi gila atau bahkan mati dapat memenuhi dan menguasai pasien.
Serangan panik dapat terjadi,mungkin sekali dalam seminggu atau
lebih sering lagi; biasanya berlangsung selama beberapa menit. Jarang bila
dalam hitungan jam; dan kadangkala berkaitan dengansituasi spesifik, seperti
mengendarai mobil. Jika sangat terkait dengan pemicu situasional, disebut
serangan panik berisyarat. Jika terdapat hubungan antara stimulus dengan
serangan, namun tidak sangat kuat, serangan disebut sebagai serangan yang
dipicu secara situasional. Serangan panik jugadapat terjadi dalam kondisi yang
tampaknya tenang, seperti relaksasi, dalam tidur, dan dlam situasi yang tidak
terduga; dalam kasus-kasus ini disebut sebagai serangan tanpa isyarat. Serangan
tanpa isyarat yang berulang dan khawatir mengalami serangan pada masa mendatang
merupakan prasyarat diagnosis gangguan panik, namun serangan panik sendiri
cukup banyak terjadi antara 3 hingga 5
persen dalam populasi umum setiap tahunnya. Pada orang-orang yang tidak
memenuhi kriteria gangguan panik. Terjadinya serangan berisyarat saja
kemungkinan besar menandakan adanya fobia.
Prevalensi sepanjang hidup gangguan panik sekitar 2 persen pada
laki-lakidan dari 3 persen dari perempuan (Kessler dkk, 1994). Umumnya berawal
pada masa remaja, dan kemunculannya terkait dengan pengalaman hidup yang penuh
stres (pollard, dan corn,1989). Prevalensi gangguan panik bervariasi dalam
berbagai budaya. Sebagai contoh, di Afrika didiagnosa pada sekitar 1 persen
laki-laki dan 6 persen perempuan (Hollified dkk, 1990). Namun demikian di
Taiwan prevalensi gangguan panik cukup rendah, mungkin disebabkan stigma bila
menuturkan masalah mental (Weissman dkk., 1997). Dalam DSM-IV-TR gangguan panik
di diagnosis dengan atau tanpa agorafobia. Agorafobia adalah sekumpulan rasa takut
pada tempat-tempat umum dan ketikmampuan melarikan diri atau mendapatkan
pertolongan bila menjadi lemah oleh sebuah kecemasan. Para pasien yang
menderita gangguan panik umumnya menghindari situasi dimana serangan panik
dapat berbahaya atau memalukan. [1]
Etiologi
gangguan panik
Dua
teori yaitu biologis dan psikologis telah digunakan untuk menjelaskan gangguan
panik.
·
Teori
biologis : dalam beberapa kasus, sensasi fisik yang
disebabkan oleh suatu penyakit memicu beberapa orang mengalami gangguan panik. Sebagai
contoh, sindrom penurunan katup kiri jantung menyebabkan jantung berdebar,
penyakit telinga bagian dalam menyebabkan kepusingan yang dirasakan menakutkan
bagi beberapa orang dan memicu terjadinya gangguan panik (Asmundson, Larsen
& Stein, & Kendler, 2001).
Aktivitas
noradrenergik teori bologi lain yang menyatakan bahwa panik disebabkan oleh aktivitas
yang berlebihan dalam sistem noradrenegrik (neuron yang menggunakan
norepinefrin sebagai neurotransmiter). Salah satu versi teori ini memfokuskan
pada nukleus dalam pons yang disebut locus cecules. Perangsangan terhadap locus
ceuleus menyebabkan kera mengalami apa yang terlihat seperti serangan panik,
menunjukkan kemungkinan bahwa serangan yang terjadi secara alami disebabkan
oleh aktivitas noradrenergik yang berlebihan. Penelitian selanjutnya dengan
menggunakan manusia menemukan bahwa yohimbine, obat yang merangsang aktivitas
dalam locus ceruleus, dapat menghentikan seragan panik pada pasien gangguan
panik.[2]
Namun demikian, penelitian yang lebih mutakhir tidak konsisten dnegan penemuan
tersebut, penting untuk diketahui, obat-obatan yang menghambat pembakaran dalam
locus ceruleus ternyata tidak sangat efektif untuk menangani serangan
panik.
Data yang mengindikasi bahwa
beragam faktor bilogois dapat menyebabkan serangan panik juga menunjukkan bahwa
hal itu dapat terjadi hanya pada orang-orang yang telah didiagnosa penderita
tersebut atau pada mereka yang memilki ketakutan besar terhadap sensasi
tubuhmereka sendiri. Hal ini dapat diartikan bahwa stimuli ini mengaktifkan
beberapa macam abnormalitas biologis atau diathesis pada pasien gangguan
tersebut. Namun demikian respon fsiologis orang yang menderita gangguan panik
terhadap berbagai faktor biologis ini sama persis dengan mereka yang tidak
menderita gangguan tersebut. Hanya saja Self-Report atas tingkat ketakutan yang
ditimbulkan oleh faktor tersebut berbeda pada kedua kelompok tersebut.dengan
demikian hasilnya dapat mengindikasi bahwa reaksi psikologis terhadap faktor
tersebut merupakan hal yang penting. Sebuah kemungkinan yang mendasari
penanganan yang validasi dengan baik bagi gangguan ini, seperti yang akan kita
lihat nanti. [3]
·
Teori
Psikologis: teori psikologis utama mengenal agorafobia yang
sering menyertai gangguan panik adalah hipotesisketakutan terhadap ketakutan,
yang berpendapat bahwa agorafobia bukanlah ketakutan terhadap tempat-tempat
umum itu sendiri, melainkan ketakutan mengalami serangan panik di tempat umum.
Classical conditioning dan
perbedaan antara kecemasan dan panik menjadi dasar satu teori yang diajukan
baru-baru ini mengenai serangan panik itu sendiri. Panik sebagaimana kami
gambarkan sebelumnya, merupakan kondisi ketakutan ekstrem dan ketegangan
otonomik yang sangat kuat. Kecemasan dipandang sebagai kondisi kegugupan dan
kekhawatiran. Poin utama teori tersebut adalah serangan panik menjadi
terkondisi secara klasikal secara sensasi fisik internal yang ditimbulkan oleh
kecemasan. Teori ini di dukung beberapa studi dimana orang-orang yang menderita
gangguan panik mencatat serangan yang mereka alami dan hal-hal yang memicunya.
Kecemasan dan sensasi fisik sering kali dituturkan, serangan panik bukan
merupakan hal yang tidak biasa. Mengapa beberapa orang kemudian menderita
gangguan panik, sedangkan yang lain mampu mengatasi serangan tersebut? Salah
satub kemungkinan adalah mereka yang kemudian menderita gangguan panik
menganggap serangan tersebut sebagai sesuatu yang tidak dapat dikendalikan dan
tidak dapat di prediksi serta melihat serangan tersebut sebagai kekuatan
tertentu. Hal ini dpat menjadi UCS yang sangat kuat sekaligus meningkatkan
conditioning.
Teori kedua mengenai gangguan
panik juga memfokuskan pada gejala-gejala awal suatu serangan, namun menekankan
pada kesalahan interpretasi yang bersifat merusak tehadap stimuli ini. Serangan
panik terjadi bila seseorang merasakan semacam sensasi fisik dan
menginterpretasinya sebagai tanda-tanda datangnya kematian. Pikiran tersebut
memicu kecemasan yang lebih besar dan sensasi fisik yang lebih banyak sehingga
tercipta lingkaran setan.
Konsep kontrol juga relevan
dengan panik. Para pasien yang menderita gangguan tersebut memiliki ketakutan
ekstrem kehilangan kendali, yang sering terjadi jika mereka mengalami serangan
di tempat umum. Pentingnya kontrol ditunjukkan dengan jelas dalam studi yang
dilakukan oleh Sanderson, Rapee dan Barlow. Yang merupakan pengulangan
konseptual studi sejenis yang dilakukan sebelumnya oleh Geer, Davidson dan
Gatchel. Perhatikan bahwa selain menunjukkan dengan jelas pentingnya akan
perasaan kendali dalam gangguan panik, data tersebut sekali lagi menunjukkan
bahwa bukan faktor biologis semata yang menyebabkan panik, namun juga lebih
pada reaksi psikologis sesorang merupakan hal yang terpenting. [4]
Terapi
untuk gangguan panik
Terapi bagi gangguan panik
mencakup pendekatan biologis dan psikologis. Beberapa diantaranya yakni
memiliki cukup kesamaan dengan penanganan yang telah dibahas bagi fobia.
·
Penagnganan
Biologis : karena penderita gangguan panik biasanya berkonsultasi dengan
dokter sebelum mereka menemui psikologis atau psikiater. Pengobatan psikoaktif
pada umumnya merupakan penanganan awal dan terkadang satu-satunya jenis
penanganan yang doiterima seseorang. Pemasaran besar-besaran obat-obat anti
panik melalui media kemungkinan juga merupakan suatu faktor. Beberapa obat
telah menunjukkan keberhasilan sebagai penanganan biologis bagi gangguan panik.
Obat-oabatan tersebut mencakup antidepresan dan benzodiaz-epine. Bukti
efektifitas Alprazonam sangat meyakinkan karena diperoleh melalui studi
berskala besar dan multinasional.
Pada sisi negatif, bila
obat-obatan diberika oleh dokter keluarga pasien, bukan dalam studi penelitian
yangtelah disebutkan. Efektifitasnya menurun, sebagian besar karena dosis yang
kurang atau durasi penanganan yang tidak cukup lama. Terlebih lagi, sebagaian
pasien gangguan panik yang diberi obat-obatan tiga siklus dihentikan
pengobatannya karena efek samping seperti rasa gugup dan bertambahnya berat
badan serta efek samping yang lebih serius seperti denyut jantung dan tekanan
darah meningkat. Terlebih lagi bonzodiazepine menyebabkan kecanduan dan
menghasilkan efeksamping kognitif dan motorik, seperti berkurangnya memori dan
kesulitan mengemudi. Dalam upaya untuk mengurangi kecemasan, banyak pasiena
menggunkan sendiri anxiolytic atau alkohol. Penggunaan dan penyalahguanaan
obat-oabatan umum terjadi pada orang-orang yang menderita kecemasan.[5]
Walaupun jika hasilnya efektif penenangan melalui obat-obatan harus terus
dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas karena simtom-simtom hanpir selalu
muncul lagi bila pengobatan dihentikan. Terakhir terapi pengendalian kepanikan
oleh barlow, tampaknya lebih baik dari terapi obat yang saat ini tersedia,
terutama bila dilakukan tindak lanjut jangka panjang, seperti dijelaskan secara
rinci.
·
Penanganan
Psikologis : terapi dengan memberikan pemaparan sering kali
berguna untuk mengurangi agorafobia, dan keuntungan ini sangat dipertahankan
selama bertahun-tahun setelah selesainya terapi (fava, dkk 1995). Beberapa
studi menemukan bahwa efek pemaparan meningkat bila pasien didorong untuk
rileks selama pemaparan berlangsung, namun beberpa studi lain tidak menunjukkan
manfaat tambahan dan relaksasi.
Para pasien yang berstatus
menikah dan masalah utamanya atau satu-satunya adalah agorafobia telah
mendapatkan manfaat dari berbagai terapi yang berorientasi keluarga yang
melibatkan pasangannya yang nonfobik, yang didorong tidak lagi mengakomodasi
penolakan pasangannya untuk keluar rumah. Program penelitian klinis yang
dilakukan Barlow menemukan bahwa keberhasilan terapi pemaparan langsung, dimana
seseorang yang menderita agorafobia didorong untuk sedikit demi sedikit
meninggalkan wilayah amannya, meningkatkan bila terdapat keterlibatan pasangan.
Bertentangan dengan keyakinan bahwa seorang pasangan nonfobik menginginkan
pasangannya untuk tergantung padanya , kepuasan dalam perkawinan cenderung
meningkat seiring pasangannya yang ketakutan menjadi semakin berani . [6]
Menangani agorafobia melalui
pemaparan tidak selalu mengurangi serangan panik. Dengan demikian, penanganan
psikologis terhadap gangguan panik telah berubah arah dalam beberapa tahun
terakhir. Memfokuskan pada penemuan yang disebutkan sebelumnya, bahwa beberapa
pasien mengalami kekhawatiran yang berlebihan ketika merasakan berbagai sensasi
fisik yang tidak berbahaya dan berkreasi secara berlebihan. Suatu terapi yang
divalidasi dengan baik dikembangkan oleh Barlow dan rekan-rekannya dan disebut
terapi pengendalian kepanikan (PCT-Panic Control therapy) yang memiliki 3
koponen utama :
1. Training
relaksasi
2. Kombinasi
intervensi behavioral kognitif dari Ellis dan Beck
3. Bagian
terbaru, pemaparan dengan tanda-tanda internal yang memicu kepanikan (Barlow
1998; Barlow & Craske, 1994; Craske & Barlow, 2001)
Mari
kita bahas komponen ketiga secara lebih rincikaena benar-benar cukup inovatif.
Terapi mempersuasi klien untuk berlatih berbagai perilaku yang dapat
menimbulkan perasaan yang berkaitan denga kepanikan dan dilakukan di ruangan
konsultasi. Sebagai contoh seseorang yang mengalami serangan panik yang diawali
dengan hiperventilasi diminta untuk bernafas dengan cepat selama tiga menit.
Seseorang yang merasa pusing dapat diminta untuk berputar dikursi selama
beberapa menit. Ketika sensasi seperti kepusingan mulai kering, kepala
menjadi ringan, denyut jantung yang
meningkatdan tanda-tanda panik lain mulai terjadi, klien (1) mengalamidalam
kondisi yang aman dan (2) penerapan taktik coping kognitif dan relaksasi yang
dipelajari sebelumnya.
Dengan
latihan dan dorongan atau persuasi dari terapis, klien belajar untuk
menginterpretasi berbagai sensasi internal dari sesuatu yang menjadi
tanda-tanda hilangnya kontrol dan kepanikan menjadi tanda-tanda yang secara
instrinsik tidak berbahaya dan dapat dikendalaikan dengan keterampilan
tertentu. Penciptaan sensasi fisik dengan sengaja oleh klien, disertai dengan
keberhasilan mengatasinya, mengurangi ketidakterdugaan dari sensasi tersebut
dan mengubah maknanya bagi klien. Tindak lanjut yang dilakukan selama dua tahun
menunjukkan bahwa keuntungan terapeutik terapi kognitif dan pemaparan ini
bertahan hingga tingkat yang signifikan dan lebih baik dibandingkan keuntungan
yang dihasilkan dari penggunaan arplazolam, walaupun banyak pasien yang tidak
terbebas dari kepanikan. Baru-baru ini studikomparatif multilokasi tehadap
penanganan gangguan panik melalui memublikasikan penemuan yang membandingkan
PCT, imipramine, placebo, kombinasi PCT dan imipramine. Semua penanganan
diberikan sekali dalam seminggu salam tiga bulan, diikuti dengan tindak lanjut
selama 6 bulan bagi mereka yang kondisinya membaik dalam 3 bulan penenangan
minggu.[7]
C. ANALISA
Analisa fenomena dengan kajian teoritik
·
Dalam fenomena yang sudah saya paparkan
diatas bila digabungkan dengan teori gangguan rasa panik dalam bukunya Davidson, Gerald C. PSIKOLOGI ABNORMAL
EDISI KE 9, gangguan yang sedang menimpa diri saya yakni gangguan rasa panik
psikologis semacam agorafobia, ketakutan yang berlebihan. teori psikologis
utama mengenal agorafobia yang sering menyertai gangguan panik adalah hipotesis
ketakutan terhadap ketakutan, yang berpendapat bahwa agorafobia bukanlah
ketakutan terhadap tempat-tempat umum itu sendiri, melainkan ketakutan
mengalami serangan panik di tempat umum. Biila dilihat dari fenomena di atas,
saya sama persis seperti orang yang menyandang gangguan panik psikologis. Yang
dimana kadang saya menakuti serangan panik yang ada di muka umum, contohnya ketika
saya berada di tempat umum dan melihat dengan mata kepala sendiri ada
kecelakaan dahsyat di depan saya, secara spontan diri saya sendiri merasa
panik, dan tidak berani berkutik. Saya takut dengan keadaan orang yang
mengalami kecelakaan tersebut, bukannya saya tidak inigin menolongnya. Sebab
saya sendiri juga panik, bahkan tidak panik saja, secara spontan jantung saya
tiba-tiba berdebar dan butuh penenang. Padahal bukan diri saya sendiri yang
sedang menimpa kecelakaan tersebut, melainkan orang lain, kenapa jadi saya yang
merasa takut dan panik berlebihan seperti ini. Ini semua tidak bisa saya
hindari. Inilah yang dimaksud ketakutan mengalami serangan panik di tempat
umum.
Dan terkadang jika saya
sudah melampaui masa tersebut, contohnya kejadian kecelakaan dahsyat tersebut
sudah terjadi seminggu yang lalu, tetapi secara tidak sengaja ketika saya
melewati tepat itu lagi dilain hari, di lain waktu aku merasakan kembali nuansa
kepanikan saya saat melihat kecelakaan dahsyat seminggu yang lalu. Kepanikan ku
memang ganguan rasa panik yang berlebihan. Hingga di tempat umumpun aku
menakuti adanya serangan panik dalam diri saya sendiri.
Sehingga penderita gangguan
panik yang berlebihan seperti saya ini terkadang merasa dalam lingkaran setan,
bagaiamana tidak? Fikiran kita telah di mainset secara otomatis yang
negatif-negatif.
Para pasien yang menderita
gangguan tersebut memiliki ketakutan ekstrem kehilangan kendali, yang sering
terjadi jika mereka mengalami serangan di tempat umum. Pentingnya kontrol
ditunjukkan dengan jelas dalam studi yang dilakukan oleh Sanderson, Rapee dan
Barlow. Yang merupakan pengulangan konseptual studi sejenis yang dilakukan
sebelumnya oleh Geer, Davidson dan Gatchel. Perhatikan bahwa selain menunjukkan
dengan jelas pentingnya akan perasaan kendali dalam gangguan panik, data
tersebut sekali lagi menunjukkan bahwa bukan faktor biologis semata yang
menyebabkan panik, namun juga lebih pada reaksi psikologis sesorang merupakan
hal yang terpenting. Saya sendiri terkadang membutuhkan pengobatan khusus untuk
gangguan rasa panik yang berlebihan ini, atau setidaknya rasa kendali dalam
gangguan panik ini. Gejala gangguan panik disebabkan lebih pada ke reaksi
psikologis bukan karena faktor biologis semata saja.
Untuk terapi model gangguan
panik yang berlebihan yakni menggunakan model terapi penanganan psikologis
dengan point pemaparan eksklusif, agar sedikit demi sedikit mengurangi
agorafobia. Program penelitian klinis yang dilakukan Barlow menemukan bahwa
keberhasilan terapi pemaparan langsung, dimana seseorang yang menderita
agorafobia didorong untuk sedikit demi sedikit meninggalkan wilayah amannya,
meningkatkan bila terdapat keterlibatan pasangan. Bertentangan dengan keyakinan
bahwa seorang pasangan nonfobik menginginkan pasangannya untuk tergantung
padanya , kepuasan dalam perkawinan cenderung meningkat seiring pasangannya
yang ketakutan menjadi semakin berani. Disini juga sudah dijelaskan bahwa
penyandanggangguan panik yangberlebihan dapat melakukan terapi pemaparan agar
mereka merasa lebih berani dengan apa yang sudah dia perbuat selama ini, tanpa
memikirkan rasa takut yang berlebihan yang mengakibatkan gangguan panik itu
muncul kembali.
Menangani agorafobia melalui pemaparan
tidak selalu mengurangi serangan paniK, begitu juga dengan pasien yang
menyandang gangguan panik yang berlebihan.
Dengan demikian, penanganan psikologis terhadap gangguan panik telah
berubah arah dalam beberapa tahun terakhir. Memfokuskan pada penemuan yang
disebutkan sebelumnya, bahwa beberapa pasien mengalami kekhawatiran yang
berlebihan ketika merasakan berbagai sensasi fisik yang tidak berbahaya dan
berkreasi secara berlebihan. Berikut ada suatu terapi yang divalidasi dengan
baik dikembangkan oleh Barlow dan rekan-rekannya dan disebut terapi
pengendalian kepanikan (PCT-Panic Control therapy) yang memiliki 3 koponen
utama :
1. Training
relaksasi
2. Kombinasi
intervensi behavioral kognitif dari Ellis dan Beck
3. Bagian
terbaru, pemaparan dengan tanda-tanda internal yang memicu kepanikan (Barlow
1998; Barlow & Craske, 1994; Craske & Barlow, 2001).
Terapi
mempersuasi klien untuk berlatih berbagai perilaku yang dapat menimbulkan
perasaan yang berkaitan denga kepanikan dan dilakukan di ruangan konsultasi, disini
saya sendiri akan berlatih berbagai perilaku yang dapat menimbulkan perasaan
saya sendiri yang berkaitan dengan kepanikan dan akan dilakukan di dalam
ruangan konsultasi, dengan cara berputar dikursi selama beberapa menit. Ketika
sensasi seperti kepusingan mulai kering, kepala menjadi ringan, denyut jantung yang meningkatdan
tanda-tanda panik lain mulai terjadi, klien (1) mengalami dalam kondisi yang
aman dan (2) penerapan taktik coping kognitif dan relaksasi yang dipelajari
sebelumnya.
Dengan
latihan dan dorongan atau persuasi dari terapis, saya belajar untuk
menginterpretasi berbagai sensasi internal dari sesuatu yang menjadi
tanda-tanda hilangnya kontrol dan kepanikan menjadi tanda-tanda yang secara
instrinsik tidak berbahaya dan dapat dikendalaikan dengan keterampilan
tertentu. Penciptaan sensasi fisik dengan sengaja oleh saya sendiri, disertai
dengan keberhasilan mengatasinya, mengurangi ketidakterdugaan dari sensasi
tersebut dan mengubah maknanya bagi saya.
Serta
untuk Tindak lanjut yang telah saya lakukan selama dua tahun menunjukkan bahwa
keuntungan terapeutik terapi kognitif dan pemaparan ini bertahan hingga tingkat
yang signifikan dan lebih baik dibandingkan keuntungan yang dihasilkan dari
penggunaan arplazolam, walaupun banyak pasien yang tidak terbebas dari
kepanikan. Baru-baru ini studi komparatif multilokasi tehadap penanganan
gangguan panik melalui memublikasikan penemuan yang membandingkan PCT,
imipramine, placebo, kombinasi PCT dan imipramine. Semua penanganan diberikan
sekali dalam seminggu salam tiga bulan, diikuti dengan tindak lanjut selama 6
bulan bagi mereka yang kondisinya membaik dalam 3 bulan penenangan mingguan
4.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulannya
dalam mengangani orang yang gangguan panik yangberlebihan yakni :
·
Mengontrol diri sendiri, mengontrol
ketakutan saat di tempat umum
·
Memainset fikiran kita dengan hal yang
positif, agar kita tidak masukdalam jerat fikiran setan.
·
Mengontrol perasaan kendali saat
gangguan panik tiba-tiba datang
Dan untuk model terapi yang digunakan
orang penyandang gangguan panik yakni menggunakan model terapi
penanganan psikologis dengan point pemaparan eksklusif, agar sedikit demi
sedikit mengurangi agorafobia. Terapi ini sangat dianjurkan, sebab apa tidak
menutup kemungkinan seseorang dapat merasa pas dengan cara terapi seperti ini
agar menguransi agorafobia yang mereka miliki yakni Memfokuskan pada penemuan
yang disebutkan sebelumnya, bahwa beberapa pasien mengalami kekhawatiran yang
berlebihan ketika merasakan berbagai sensasi fisik yang tidak berbahaya dan
berkreasi secara berlebihan.
Namun ada pula model terapi menurut ahli
psikologi lainnya, berikut ada suatu
terapi yang divalidasi dengan baik dikembangkan oleh Barlow dan rekan-rekannya
dan disebut terapi pengendalian kepanikan (PCT-Panic Control therapy) yang
memiliki 3 koponen utama :
1. Training
relaksasi
2. Kombinasi
intervensi behavioral kognitif dari Ellis dan Beck
3. Bagian
terbaru, pemaparan dengan tanda-tanda internal yang memicu kepanikan
(Barlow 1998; Barlow & Craske, 1994; Craske & Barlow, 2001).
B. SARAN
Untuk saran mungkin simple saja yaa, bagi penyandang
gangguan panik yang berlebihan, terutama saya sendiri untuk tetap memperhatikan
terapi terapi yang ada, terapi yang bermanfaat bagi kalian semua secara
perlahan. Dikarenakan penyandang gangguan rasa panik tidak dapat diobati dengan
obat-obatan semata, sebab ini menyangkut psikologis diri kita yang membutuhkan
terapi internal dari diri sendiri.
Daftar
Pustaka
Ø Davidson,
Gerald C. 2006. PSIKOLOGI ABNORMAL EDISI
KE 9. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO
[1]
Davidson, Gerald C, PSIKOLOGI ABNORMAL
EDISI KE 9. (Jakarta: PT RAJA
GRAFINDO, 2006). Hal 198
[2] Davidson,
Gerald C, Ibid ., 203
[3] Davidson,
Gerald C, Ibid ., 204
[4] Davidson,
Gerald C, Ibid ., 205
[5] Davidson,
Gerald C, Ibid ., 206
[6]
Davidson, Gerald C, Ibid ., 207
[7] Davidson,
Gerald C, Ibid ., 208
Tidak ada komentar:
Posting Komentar