“PENGGUNAAN
BAHASA PERSUASIF”
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Tafsir
Tematik Komunikasi”
Disusun Oleh :
Inenda Felayani Safitri (B76212112)
F4/ ilmu komunikasi
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SUARABAYA
2012/2013
A.
SURAH AL IMRAN AYAT 64
Surat
Ali-Imran ayat 64
بَعْضُنَا يَتَّخِذَ وَلاَ شَيْئًا
بِهِ شْرِكَ وَلاَ اللّهَ إِلاَّ نَعْبُدَ أَلاَّ وَبَيْنَكُمْ بَيْنَنَا سَوَاء كَلَمَةٍ
إِلَى تَعَالَوْاْ لْكِتَابِ أَهْلَ يَا قُلْ
مُسْلِمُونَ بِأَنَّا اشْهَدُواْ
فَقُولُواْ تَوَلَّوْاْ فَإِن اللّهِ دُونِ مِّن أَرْبَابًا بَعْضاً
Artinya:
“Katakanlah
(Muhammad): "Wahai Ahli Kitab, marilah (kita) menuju kepada satu kalimat
(pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain
Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan bahwa kita
tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.” Jika mereka
berpaling maka katakanlah (kepada mereka): "Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang muslim.” (QS. Ali-Imran: 64)
A. TAFSIR
SURAH AL IMRAN AYAT 64
M.
Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Misbah, menulis, bahwa selesai Nabi Muhammad
saw. menghadapi Kristen Najran, tetapi mereka enggan beriman. Ahl a-l-Kitab
bukan hanya mereka. Ahl al-Kitab terdiri dari semua orang Yahudi dan Nashrani,
bahkan sementara ulama memasukkan kelompok yang diduga memiliki kitab suci
dalam pengertiannya. Ahl al-Kitab sekalipun yang bertempat tinggal di Madinah
atau daerah-daerah lain, namun pesan ini ditujukan kepada mereka semua, bahkan
sampai akhir zaman.
Sedemikian
besar kesungguhan dan keinginan Nabi Muhammad saw. agar orang-orang Nashrani
menerima ajaran Islam, sehingga Allah swt. memerintahkan beliau untuk mengajak
mereka dan semua pihak dari Ahl al-Kitab agar menerima satu tawaran yang sangat
adil, tetapi kali ini dengan cara yang lebih simpatik dan halus dibandingkan
dengan cara yang lalu. Ajakan ini tidak memberi sedikit pun kesan berlebihan
bagi beliau dan umat Islam. Beliau diperintahkan oleh Allah swt. untuk mengajak
dengan panggilan Ahl al-Kitab , demikan panggilan mesra yang mengakui bahwa
mereka pun dianugerahi kitab suci oleh Allah, tanpa menyinggung
perubahan-perubahan yang mereka lakukan.
Masih
dari ulasan M. Quraish Shihab. Dia mengatakan bahwa ajakan kepada Ahl al-Kitab
dalam ayat tersebut, merupakan ajakan kepada sesuatu yang sangat mulia, kepada
suatu ketinggian. Karena lafadz ta’alau dipahami sebagai kata yang berasal dari
lafadz ‘ala, yang artinya tinggi. Kata ketinggian di pahami dari kata ta’alaw
yang terambil dari kata yang berarti tinggi
. marilah menuju ke ketinggian , yaitu suatu kalimat
ketetapan yang lurus, adil yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu ,
karena itulah yang diajarkan oleh para nabi dan rosul yang kita akui bersama ,
yakni kita sembah kecuali Allah , Yakni tunduk patuh lagi tulus menyembah-Nya
semata dan tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatu apapun serta sedikit persekutuan pun , dan tidak pula sebagian
kita menjadikan sebagaian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah , yakni
kita tidak menjadikan para pemimpin agama kita menghalalkan atau mengharamkan
sesuatu yang tidak di halalkan atau diharamkan oleh Allah . Jika mereka
berpaling menolak ajakan ini – walaupun hal penolakan mereka diragukan
mengingat jelasnya bukti-bukti . ini dipahami dari kata In yang di gunakan ayat
ini – maka katakanlah : ‘Saksikanlah,
ketahuilah dan akuilah bahwa kami adalah orang-orang muslim yang berserah diri
kepada Allah’, sebagaimana yang diajarkan oleh nabi Ibrahim As”.
Pernyataan terakhir ini dipahami oleh
sementara mufassir bermakna, “Jika mereka berpaling menolak ajakan ini,maka
semua dalil telah membuktikan keliruan kalian, dan dengan demikian kalian harus
mengakui bahwa kami – bukan kalian – orang orang yang benar muslim, yakni
menyerahkan diri kepada Allah sebagaimana yang diajarkan oleh Ibrahim as. Dan
diwasiatkan olehnya.” Pernyataan ini juga bermakna, “Kalau kalian berpaling dan
menolak ajakan ini, maka saksikanlah dan akuilah bahwa kami adalah orang orang
muslim, yang akan melaksanakan secara teguh apa yang kami percayai. Pengakuan
kalian akan eksistensi kami sebagai muslim – walau kepercayaan kita berbeda –
menurut kalian untuk membiarkan kami melaksanakan tuntunan agama kami. Karena
kamipun sejak dini telah mengakui eksistensi kalian tanpa kami percaya apa yang
telah kalian percayai. Namun demikian kami mempersilahkan kalian melaksanakan
agama dan kepercayaan kalian (Lakum
dinukum wa liya din/ bagimu agamamudan bagiku agamaku) [1]
A. SURAH
AL IBRAHIM AYAT 4
Surah
Al ibrahim ayat4
وَهُوَ
يَشَاءُ مَنْ وَيَهْدِي يَشَاءُ مَنْ اللَّهُ فَيُضِلُّ لَهُمْ لِيُبَيِّنَ قَوْمِهِ
بِلِسَانِإِلَّا رَسُولٍ مِنْ رْسَلْنَاا وَمَا
الْحَكِيمُ
الْعَزِيزُ
Artinya
:
“Dan tidaklah kami
mengutus seorang rasul pun kecuali dengan bahasa kaumnya supaya dia dapat
menjelaskan kepada mereka. Maka ALLAH menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan
memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki dan Dialah Tuhan Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”
B. TAFSIR
SURAH AL IBRAHIM AYAT 4
mereka sama sekali bukan karena tidak jelasnya
tuntunan atau kurangnya informasi yang mereka terima. Betapa tuntunan kami
kurang atau tidak jelas padahal berkali-kali dan beraneka ragam penyampaian
tuntunan itu dan disamping itu tidaklah kami mengutus seorang rasul pun sejak
yang pertama hingga yang terakhir kecuali dengan bahasa lisan dan pikiran sehat
kaumnya supaya dia, yakni rasul itu dapat menjelaskan dengan gamblang melalui
bahasa lisan dan keteladanannya kepada mereka tuntunan-tuntunan kami itu. Maka
ada diantara kaum yang mendengar penjelasan rasul itu yang membuat mata hati
dan pikirannya sehinga diberi kemampuan oleh Allah melaksanakan petunjuk-Nya
dan ada juga yang menutup mata hatinya sehingga sesat. Memang Allah menyesatkan
siapa yang Dia kehendaki untuk Dia sesatkan bila yang bersangkutan memilih
kesesatan dan memberti petunjuk siapa yang Dia kehendaki bila yang bersangkutan
ingin menperoleh pentunjuk dan Dialah Tuhan Yang Maha Perkasa dan tidak dapat
dielakkan ketetapan-Nya lagi Maha Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya.
Ayat ini bukan berarti bahwa Rasul Saw.
Hanya ditulisuntuk kaum yang berbahasa Arab. Ayat ini agaknya turun untuk
menjawab dalih sementara kaum musyrikin mekah yang mempertanyakan mengapa AL-QUR’AN
dalam bahasa Arab padahal kitab kitab suci yang lain tidak berbahasa Arab.
Disisilain sangat wajar setiap rasul menjelaskan tuntunan ilahi dalam bahasa
sasaran dakwahnya, karena umat dituntut untuk memahami ajaran ilahi, bukan
menerimanya tanpa pemahaman. Sekali lagi walau Nabi Muhammad saw. Diutus untuk
semua manusia, namun karena manusia tidak memiliki bahasa yang sama , maka
sangat wajar jika bahasa yang digunakan adalah bahasa dimana jaran itu pertama
kali muncul. Sejarah kemanusiaan hingga dewasa ini membuktikan bahwa tidak
ditemui satu ajaran yang bersifat universal, sekalipun yang sejak awal lahirnya
langsung menggunakan bahasa di luar bahasa masyarakat yang ditemuinya pertama
kali. Selanjutnya rujuklah ke ayat 2surah Yusuf untuk memahami mengapa
Al-Qur’anberbahsa Arab.
Di atas penulisan di jelaskan makna Illa
bi lisani qaumihi dnegan kecuali dengan bahasa lisan dan
pikiran yang sehat kaumnya. ini, karena bahasa disamping merupakan alat
komunikasi, juga sebagai cerminan dari pikiran dan pandangan penggunaan bahsa
itu. Bahasa dapat menggambarkanwatak dan pandangan masyarakat pengguna bahasa
itu. Ketika bahasa indonesia menggunakan kata perempuan untuk menunjukkan jenis
manusia mitra lelaki, maka itu mengisyaratkan bahwa dalam pandangan penggunaan kata
ini, perempuan adalah manusia-manusia yang harus di empu dalam arti dihormati
dan dimuliakan atau mereka harus mengempu, yakni membimbing dan mendidik.
Menurut filosof Mesir kontemporer Zaki najib Mahmud, ‘Sebagai filosof masa kini
antaraRussel, menyatakan bahwa susunan bahasa menggambarkan keyakinan
metafisika serta unsur-unsur kejadian alam yang dianut oleh bangsa-bangsa yang
menggunakannya.
Di sisi lain al-Qur’an pun sering kali
menggunakan kata Qala/berkata dalam arti Meyakini, misalnya : “Mereka berkata
Allah mempunyai anak, Maha Suci Allah” (QS. Al-Baqarah[2]: 116). Firman Allah
memuji sifat ham-hamba-Nya yangdi gelar-Nya sebagai ‘Ibad ar-Rahman antara lain
dalam firman-Nya : Mereka yang berkata: “Tuhan kami, jauhkanlah siksa neraka
jahannam dari kami, sesungguhnyasiksanya adalah kebinasaan yang kekal”(QS.
Al-Furqan[25]: 65). Tentu saja apa yang dilukiskan ini bukan sekedar ucapan
mereka dengan lisan, karena jika demikian apalah keistimewaannya. Semua orang
dapat mengucapkannya dan bermoohon demikian. Jika demikian, itu adalah sikap
keyakinan dan perasaan mereka. Itulah yang dicerminkan oleh bahasa lisan itu.
Atas dasar semua penulis uraikan diatas, agaknya tidak berlebih jika dikawtakan
bahwa Allah mengutus setiap Rasul dengan bahasa kaumnya, yakni bahasa lisan
mereka serta tuntunan-tuntunan yang sesuai dengan tingkatan pemahaman dan
pemikiran kaum berakal hidup padamasa rasul itu diutus, karena seandainya tidak
sesuai denagn pikiran sehat mereka, maka tentu saja ajaran yag disampaikan oleh
sang rasul tidak akan berkenan dihati dan pikiran mereka. Itu pula sebabnya
sehingga setiap rasul mepinya, dan membawa bukti kebenaran yang sejalan dnegan
kemahiran kaum yang dihadapinya, dan karena itupula sehingga ajaran ilahi yang
mereka sampaikan sejalan dengan perkembangan setiap masyarakat, dan dari sini
juga dapat dimengerti mengapa terjadi pembatalan atau perubahan rincian syariat
satu rasul oleh syariat rasul sesudahnya.[2]
A.
SURAH AL BAQARAH AYAT 256
Surah Al BaqarahAyat
256
لاَالْوُثْقَى بِالْعُرْوَةِ
اسْتَمْسَكَ فَقَدِ بِاللهِ وَيُؤْمِن بِالطَّاغُوتِ يَكْفُرْ فَمَن الْغَيِّ مِنَ
الرُّشْدُ تَّبَيَّنَ قَد الدِّينِفِي لآَإِكْرَاهَ عَلِيمٌ سَمِيعٌ وَاللهُ
لَهَا انْفِصَامَ
Artinya:
“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.”(Al-Baqarah: 256).
Kosakata : Ikrah (Al-Baqarah2/256)
Secara etimologis, Ikrah berarti paksaan,
terbentukdari kata akhara-yukhiru, bermakna memaksa. Akar katanya artinya
ketidaksenangan atau kesulitan yang dihadapi oleh seseorang akibat dibebani
sesuatu secara paksa. Pemaksaan adalah pekerjaan yang menyebabkan orang lain
tidak senang atau tidak suka. Dengan demikian, maksud tidak ada ikrah dalam
ayat ini adalah bahwa kita tidak boleh memaksa orang lain untuk masuk agama
islam. Allah menghendaki agar seseorang masuk islam secara sukarela , ikhlas
dan tanpa paksaan. Inilah yang menyababkan keislaman sesorang bisa efektif.
Berkaitan dengan misi dakwah, tugas kita hanyalah menyampaikan saja dan
tidakdiperkenankan memaksa obyek dakwah untuk mengikuti apa yang kita
sampaikan, karena hal itu menjadi urusan Allah.
Munasabah :
Pada ayat yang lalu, Allah telah
menjelaskan sifat-sifat-Nya yang mulia, yang hanya dimiliki-Nya semata. Dia
mengetahui semua kejadian dan perbuatan yang dilakukan oleh mahluk-Nya. Dalam
ayat ini Dia menegaskan bahwa laranganmelakukan kekerasandan paksaan bagi umat
islam terhadap orang yang bukan muslim untuk memaksa masuk agama islam.
Azbabun Nuzul :
Definisi azbabun nuzul
adalah sesuatau hal yang karenanya Qur’an diturunkan untuk menerangkan status
(hukum)nya pada masa hal itu terjadi , baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.
Perlunya kita mengetahui Azbabun nuzul yaitu : agar kita mengeatahui hikmah
diundangkannya suatu hukum danperhatian syara’ terhadap kepentingan umum dalam
menghadapi segala peristiwa, karena sayangnya kepada umat dan mengkhusukan
(membatasi) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi , bila hukum
tersebut dinyatakan dalam bentuk umum. [3]
Riwayat Abu Daud, Ibnu Hibban, an-Nasa’i
as-Suddiy dan Ibnu Jarir telah menyebutkan sebab turunnya ayat 256 ini: Seorang
lelaki bernama Abu al-Husain dari keluarga Bani Salim Ibnu ‘Auf al-Ansari
mempunyai dua orang anak laki-laki yang telah memeluk agama nasrani, sebelum
Nabi Muhammad Saw diutus sebagai nabi. Kemudian kedua anak itu datangke Medinah
(Setelah datangnya agama islam) maka ayah mereka selalu meminta agar mereka
masuk agama islam, dia berkata kepada mereka, “saya tidak akan membiarkan kamu
berdua, hingga kamu masuk islam.” Mereka lalu mengadukan hal itu kepada
Rasulullah Saw dan ayahmereka berkata,”apakah sebagaian dari tubuhku akan masuk
neraka , dan aku hanya melihat saja?” maka turunlah ayat ini, lalu sang ayah
membiarkan mereka itu tetapdalam agama semula.
TAFSIR :
(256) Tidak dibenarkan adanya paksaan
untuk menganut agama islam. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah
kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan, serta dengan
nasihat-nasihat yang wajar, sehingga mereka masuk agama islam dengan kesadaran
dan kemauan sendiri. Apabila kita sudahmenyampaikan kepadamereka dengan
carayang demikian, tetapi mereka tidak mau beriman, itu bukanlah urusan kita,
melainkan urusan Allah. Kita tidak boleh memaksa mereka. Dalam ayat yang lain
(Yunus/10:99) Aallah berfirman yang artinya : “Apakah engkau ingin memaksa
mereka hingga mereka itu menjadi orang-orang yang beriman?”
Dengan datangnya agama islam, jalan
yang benar sudah tampak dengan jelas dan dapat dibedakan dari jalan yang sesat.
Maka tidak boleh ada pemaksaan untuk beriman, karena iman adalah keyakinan
dalam hati dan sanubari dan tak seorangpun dapat memaksa hati seseorang untuk
meyakini sesuatu, apabila dia sendiri tidak bersedia. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
menerangkan kenabian Muhammad Saw sudah cukup jelas. Maka terserah kepada
setiap orang, apakah akan beriman atau kafir, serta ayat-ayat itu samapai
kepada mereka. Inilah etika dakwah islam. Adapunsuara-suara yang mengatakan
bahwa gama islam dikembangkan dengan pedang hanyalah tuduhan dan fitnah belaka.
Umat islam di Mekkah sebelum berhijrah ke Medinah hanya melakukan shalat dengan
cara sembunyi, dan mereka tidak mau melakukannya secara demonstratif di hadapan
kaum kafir.
Ayat ini turun kira-kira pada tahun
ketiga sesudah hijrah, yaitu setelah umat Islam memiliki kekuatan yang nyata
dan jumlah mereka telah bertambah banyak, namun mereka tidak diperbolehkan
melakukan paksaan terhadap orang-orang yang bukan muslim,baik secara halus,
apalagi dnegan kekerasan. Adapun peperangan yang telah dilakuakan umat islam,
baik di Jazirah Arab,maupundi negeri-negeri lain, seperti di Mesir, Persia dan
sebagainya, hanyalah semata-mata suatau tindakan beladiri terhadap
serangan-serangan keum kafir terhadap mereka. Selain itu, peperangan dilakukan
untuk mengamankan jalannya dakwah islam, sehingga berbagai tindakan kezaliman
dari orang-orang kafir yang menfitnah dan mengganggu umat islam karena menganut
dan melaksanakan agama mereka dapat di
cegah, dan agar kaum kafir itu dapat menghargai kendaraan pribadi dan hak-hak
asasi manusia dalam menganut keyakinan.
Di berbagai daerah yang telah du kuasai
kaum Muslimin, oarang yanag belum menganut agama islam di beri hak dan
kemerdekaan untuk memilih : apakah mereka akan memeluk agama islam ataukah akan
tetap dalam agama mereka. Jika mereka memilih untuk tetap dalam agama semula,
amka mereka di haruskan membayar “Jizyah” yaitu semacam pajak sebagai imbalan
dari perlindungan yang diberikan pemerintah Islam kepada mereka. Keselamatan
mereka dijamin sepenuhnya, asal mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang
memusuhi islam dan umatnya. Ini merupakan bukti yang jelas bahwa umat islam
tidak melakukan, bahkan tetap menghormat
kemerdekaan bergama, walaupun terhadap golongan minoritas yang berada di
daerah-daerah kekuasaan mereka. Sebaliknya dapat kita lihat dari bukti-bukti
sejarah, baik pada masa dahulu, maupun pada zaman modern sekarang ini, betapa
malangnya nasib umat Islam, apabila mereka menjdi golongan minoritas di suatau
negara. Tagut , atau tidak lagi menyembah patung, atau benda yang lain,
melainkan beriman dan menyembah Allah semata-mata, maka dia telah mendapatkan
pegangan yang kokoh, laksana tali yang kuat, yang tidak akan putus. Iman yang
sebenarnya adalah iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lidah dan
diriringi dengan perbuatan. Itulah sebabya maka pada akhir ayat, Allah
berfirman yang artinya: “Allah Maha Mendengar lagi Mha Mengetahui”. Artinya
Allah senantiasa mendengar apa yang di ucapkan, dan Dia selalu megetahui apa yang
diyakini dalam hati, dan apa yang diperbuat oleh anggota badan. Allah akan
membalas amal seseorang sesuai dengan iman,perkataan dan perbuatan mereka
masing-masing.[4]
HUBUNGAN
ANTARA PENGGUNAAN BAHASA PERSUASIF DAN ILMU KOMUNIKASI
Kemudian hubungan antara penafsiran surah Al-Baqarah ayat 256, surah
al Ibrahim ayat 4 dan surah al Imran ayat 64 dengan ilmu komunikasi apa?
Menurut saya sendiri hubungannya dengan surah al Baqarah ayat 256 adalah
bagaimana cara kita menyampaikan ajaran islam dengan niatan baik untuk mengajak
umat nasrani agar memeluk agama islam dengan cara ikhlas tanpa ada paksaan.
karena iman adalah keyakinan dalam hati dan
sanubari dan tak seorangpun dapat memaksa hati seseorang untuk meyakini
sesuatu, apabila dia sendiri tidak bersedia . disini kita menggunakan fungsi
komunikasi sosial yakni pembentukan konsep diri, yang artinya pandangan kita
mengenai diri ita sendiri , hal itu hanya bisa kita peroleh dengan adanya
keyakinan pada diri kita sendiri atau informasi dari orang lain dengan menggunakan
bahasa persuasif yang sifatnya fakta , mendorong , mempengaruhi dan membujuk
pembaca, serta menarik untuk memberikan sugesti (kesan) kepada orang tsb.[5]
Sedangkan hubungan surah al ibrahim ayat
4 dengan ilmu komunikasi adalah kaum yang mendengar penjelasan rasul adalah
kaum yang membuka mata hati dan pikirannya sehingga diberikemampuan oleh Allah
SWT untuk melaksanakan petunjuknya , adapula kaum yang tidak mau mendengar
penjelasan rasulNya sehingga mata hatinya tertutup hingga ia tersesat . kalimat
diatas bisa disambungkan dengan persepsi inti komunikasi yakni kekeliruan dan
kegagalan persepsi yang artinya proses internal dalamdiri kita untuk memahami
penyebab perilaku dan omongan orang lain. Dengan contoh kita mengamati omongan
rasul bahwa kita harus membuka mata hati dan pikiran kita agar kita diberi
kemampuan oleh Allah swt , kita menduga sifat , omongan dan tujuan rasul juga
berdasarkan perilaku tsb .[6]
Lalu yang terkhir, hubungan surah al
Imran ayat 64 dengan ilmu komunikasi adalah ada di titik penggunaan bahasa
dalam firman Allah : marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang
sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan ita
tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan bahwa kita tidak menjadikan
satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah
(kepada mereka): "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim. Makna
kalimat tersebut adalah kemampuan manusia untuk menempatkan lidah secara tepat
di berbagai tempat dan suasana dalam sistem milik manusia yang memungkinkannya
membuat berbagai pendapat yang dibutuhkan untuk membuahkan hasil .[7]
DAFTAR
PUSTAKA
M.Shihab
Quraish. Tafsir al-Mishbah.Jakarta:Lentera
Hati, 2002
H.Said
Bahreisy., and H.Salim Bahreisy.Terjemah
Singkat Tafsir Ibnu Katsier jilid 4.Surabaya:PT Bina Ilmu,1988
H.Said
Bahreisy., and H.Salim Bahreisy.Terjemah
Singkat Tafsir Ibnu Katsier jilid 2.Surabaya:PT Bina Ilmu,1988
Kementrian
Agama RI. AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA.Jakarta:Widya
Cahaya,2011
Drs.
Mudzakir AS. Studi Ilmu-Ilmu
Qur’an.Jakarta:Litera AntarNusa,2007
Prof.Deddy
Mulyana, M.A.,Ph.D. Suatu Pengantar Ilmu
Komunikasi.Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA, 2010
[1] H.Said
Bahreisy,Terjemah singkat Tafsir Ibnu katsier,PT.Bina Ilmu,Hlm 95
[2]
M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah,Lentera hati,hlm 12
[3] Drs.
Mudzakir AS,Studi ilmu-ilmu Qur’an,Litera AntarNusa,hlm 107
[4] Kementrian
Agama RI,AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA,Widya Cahaya,hlm 380
[5]Prof.Deddy
Mulyana, M.A.,Ph.D,Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi, PT REMAJA ROSDAKARYA,hlm6
[6]Prof.Deddy
Mulyana, M.A.,Ph.D,Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi, PT REMAJA ROSDAKARYA,hlm179
[7]Prof.Deddy
Mulyana, M.A.,Ph.D,Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi, PT REMAJA ROSDAKARYA,hlm263
Tidak ada komentar:
Posting Komentar