Senin, 07 Desember 2015

MAKALAH AKHLAQ TASAWUF

MAKALAH
“AL- HULUL”
Diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah “AKHLAQ TASAWUF”



Dosen Pembimbing :
Dr. Ali Nurdin, S.Ag.M.Si

Nama Kelompok :
1.      Inenda Felayani Safitri (B76212112)
2.      Regar Virganata (B96212122)

PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Islam sebagai agama atau ajaran yang tidak hanya menganjurkan masalah eksternal dalam membimbing manusia untuk mengetahui jalan hidup yng harus dilalui, tapi juga mengajarkan hal-hal yang bersifat internal dalam sisi-sisi humanis dengan teologi dan implementasinya telah diinterpretasikan oleh pemeluknya dengan berbagai wacana dan pergulatan pemikiran yang sangat beragam.
Salah satu pemikiran yang paling rawan dalam konflik adalah pemikiran-pemikiran tasawuf. Pembahasan tasawuf adalah pembahasan yang banyak berkaitan dengan hal-hal metafisik, sehingga dibutuhkan penguasaan metodologi dan pengalaman langsung untuk memudahkan kita menjelaskan apa yang sebenarnya dialami tokoh-tokohnya saat menungkan gagasan dan tindakan sebagai manifestasi keyakinannya.
Dalam makalah ini, saya akan memaparkan sedikit tentang pemikiran dan ajaran Al-Hulul dalam tasawuf.

B.   Ruusan Masalah
1.      Pengertian hulul ?
2.      Siapa tokoh yang mengembangkan hulul ?
3.      Bagaimana sejarah singkat tentang hulul ?

C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Al-Hulul
2.      Menambah wawasan kita seputar Al-hulul
3.      Serta mengetahui sejarah singkat hulul


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian
Secara etimologi hulul berasal dari kata Halla yahlul-hululan yang artinya menempati. Al hulul dapat berarti suatu tempat. Jadi hulul secara harfiah berarti “tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yang telah lenyap sifat kemanusiaannya melalui fana. Abu Nasr al Tusi yang di dalam bukunya “Al-Luma” mengatakan bahwa hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambi tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh manusia itu dilenyapkan.
Dapat juga dikatakan, konsep hulul yaitu immanensi roh tuhan dalam diri manusia. Bagaimana roh tuhan tadi menempati dalam diri manusia dan alam semesta. Hulul berasal dari bahasa Arab yang berarti menempati. Menurut al-Hallaj, Tuhan mempunyai dua sifat dasar, yaitu :
1.      Al-lahut (sifat ketuhanan)
2.      An-nasut (sifat kemanusiaan)

Manusia juga memounyai sifat yang sama, oleh karena itu antara tuhan dnegan manusia terdapat kesamaan sifat pendangan bahwa tuhan dan manusia mempunyai sifat dasar yang sama, ini diambil dari sebuah hadist yang berarti “sesungguhnya Allah menciptakan adam sesuai dengan bentuknya” (HR.Bukhari, Muslim dan Ahmad Ibn Hambali). Hadist ini mengandung arti bahwa di dalam diri adam as. Terdapat bentuk tuhan yang disebut al-Lahut, sebaliknya di dalam diri Tuhan terdapat bentuk manusia disebut al-Nasut.
           Berdasarkan adanya faham kesamaan sifat antara Tuhan dan manusia, maka persatuan anatara tuhan manusia itu mengkin terjadi, persatuan tersebut terjadi dalam bentuk hulul. Untuk melenyapkan al-nasut, seorang hamba harus memperbanyak ibadah. Bila usahanya melenyapkan sifat ini berhasil, maka tinggallah dalam dirinya hanya sifat al-lahut. Pada saat itulah sifat al-nasut Tuhan turun dan masuk dalam tubuh seorang sufi sehingga terjadilah hulul. Penyatuan Roh Tuhan dan Roh Manusia dilukiskan oleh al-hallaj: “Jiwamu disatukan dengan Jiwaku, sebagaimana anggur di campur dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yang menyentuh engkau, ia menyentuh aku pula, dan ketika itu dalam setiap keadaan engkau adalah aku”.
              Allah dapat mengambil tempat pada diri manusia itu bertolak dari dasar pemikiranal-hallaj tentang teorinya mengenai kejadian manusia dalam bukunya yang berjudul al-Thawasin. Sebelum tuh tuhan menjadikan makhluk, ia hanya melihat dirinya sendiri. Dalam kesendiriannya itu terjadilah dialog antara tuhan dengan dirinya sendiri, yaitu dialog yang di dalamnya tidak terdapat kata maupun huruf. Yang dilihat Allah hanyalah kemuliaan dan ketinggian zat-Nya. Allah melihat kepada zat-Nya dan iapun cinta kepada zat-Nya sendiri, cinta yang tidak disifatkan dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud. Iapun mengeluarkan  dari yang tiada bentuk copy dari diri-Nya yang empunyai sifat dan namanya. Bentuk copy ini adalah adam. Setelah menjadikan adam dengan cara itu, ia memuliakan dan mengagungkan adam. Ia cinta kepada adam dan pada diri adam, Allah muncul dalam bentuknya. Dengan demikian pada diri adam terdapat sifat-sifat yang dipancarkan Tuhan berasal dari Tuhan sendiri.
    Ittihad berada dalam lapangan yang kurang terang dan bersama hulul dan tauhid dari pada bagian pada ilmu tasawuf. Para ulama syariat islam memandangketiganya bertentangan dengan islam. Masalah ittihad, hulul dan tauhid di kalangan sufi tidak banyak di bicarakan. Mungkin ini di sebabkan dari pembunuhan tokoh sufi yaitu Al-Hallaj karena di tuduh mempunyai paham “hulul”. Sehingga banyak tokoh sufi yang takut mempersoalkan tersebut, agar tidak mempunyai nasib yang sama.
B.     Konsep al-Hulul dalam teorinya Mansur al-Hallaj
1.      Sketsa Biografi dan Bangunan Pemikiran Keagamaan Mansur al- Hallaj.
Manshur al-Hallaj lahir di Persia (Iran) pada tahun 224 H/858 M. Nama lengkapnya adalah Abu al-Mughist al-Husain ibn Mansur ibn Mahma al-Baidlawi al-Hallaj. Ayahnya bekerja sebagai pemital kapas. Kakeknya yang bernama Mahma adalah seorang Majusi. Ketika masih kecil, ayahnya pindah ke Tustar, kota kecil dikawasan Wasith, dekat Baghdad.
Masa kecilnya banyak dihabiskan untuk belajar ilmu keagamaan. Sejak kecil, al-Hallaj mulai belajar membaca al-Qur’an, sehingga berhasil menjadi penghafal al-Qur’an (hafidz). Pemahaman tasawuf pertama kali ia kenal dan pelajari dari seorang sufi yang bernama Sahl al-Tustari Karena pengembaraannya yang intens, maka ia dikenal sebagai seorang sufi yang berkelana ke berbagai daerah. Berkelananya ke berbagai daerah, mengantarkan ia dapat berkelana, bertmu, berteman dan bahkan berguru kepada para sufi kenamaan pada masa itu. Menginjak usia 20 tahun, al-Hallaj meninggalkan Tustar menuju kota Basra dan berguru kepada Amr Makki. Untuk memperdalam keilmuannya, seterusnya pindah ke kota Bagdad untuk menemui sekaligus berguru kepada tokoh sufi modern yang termasyhur, yaitu al-Junaid al-Baghdadi. Ia digelari al-Hallaj karena penghidupannya yang dia peroleh dari memintal wol. 
Dalam sumber lain dijelaskan, bahwa disebut al- Hallaj karena dapat membaca pikiran-pikiran manusia yang rahasia, maka terkenal dengan Hallaj al-Asror, penenun ilmu ghaib. Selanjutnya, al-Hallaj muda pergi ke kota Makkah. Di kota suci ini, ia menetap selama kurang lebih satu tahun. Selama di kota suci ini ia tinggal dan bermukim di pelataran Masjid al-Haram sambil melakukan praktek kesufiannya. Pada situasi dan kondisi seperti inilah, ia mengalam dan merasakan sebuah pengalaman spiritual yang tiada tara bandingannya. Dalam sebuah pengakuannya, ia telah mengalami pengalaman mistik yang luar biasa, yang pada wacana berikutnya kemudian terkenal dengan istilah khulul.
Pada ujung proses merasakan dan mengalami pengalaman spiritual yang luar bisa tersebut, al-Hallaj memutuskan untuk kembali ke kota Baghdad dan menetap di kota ini sambil terus menyebarkan ajaran tasawufnya. Namun demikian, keadaan menentukan lain dan memaksanya menjadi rakyat yang tertindas dari kekejaman penguasa saat itu. Pada tanggal 18 Dzulkaidah 309 H / 922 M ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh pengusa Dinasti Abbasiyah (Khalifah Al-Muktadir Billah). Motive dan latar belakang penangkapan dan vonis hukuman mati ini adalah bermuara dari tuduhan membawa pahamhulul yang dianggap menyesatkan ummat. Sisi lain, al-Hallaj juga dituduh mempunyai hubungan dengan Syiah Qaramitah.
2.      Konsep al-Hullul Mansur al-Hallaj
Konsep yang diusung oleh Mansur Al-Hallaj dalam praktek pengalaman tasawufnya sebenarnya berpijak dari kedekatannya dengan Tuhan. Kedekatan berikut dengan segala atribut nuansa spiritualnya bertumpu pada konsep teologi yang masih dalam koridor spiritualitas Islam (Islamic Spirituality). Spiritualitas Islam yang senantiasa identik dengan upaya menyaksikan Yang Satu, mengungkap Yang Satu, dan mengenali Yang Satu, Tuhan dalam kemutlakan Realitas-Nya yang melampaui segala manifestasi dan determinasi, Sang Tunggal yang ditegaskan dalam al-Qur’an dengan nama Allah.
Ajaran tasawuf Al-Hallaj yang terkenal adalah konsephulul. Tuhan dipahami mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu setelah manusia tersebut betul-betul berhasil melenyapkan sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuhnya.
Menurut Al-Hallaj bahwa Tuhan mempunyai dua sifat dasar, yaitu al-lahut (sifat ketuhanan) dan al-nasut (sifat kemanusiaan).
Demikian juga manusia juga memiliki dua sifat dasar yang sama. Oleh karena itu, antara Tuhan dan manusia terdapat kesamaan sifat. Argumentasi pemahaman ini dibangun berdasarkan kandungan makna dari sebuah hadits yang mengatakan bahwa : “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentukNya” sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Ahamad bin Hambal atau Imam Hambali. Hadits ini memberikan wawasan bahwa di dalam diri Adam as terdapat bentuk Tuhan yang disebutal- lahut. Sebaliknya di dalam diri Tuhan terdapat bentuk manusia yang disebutal-nasut.
Berdasarkan pemahaman adanya sifat antara Tuhan dan manusia tersebut, maka integrasi atau persatuan antara Tuhan dan manusia sangat mungkin terjadi. Proses bersatunya antara Tuhan dn manusia dalam pemahaman ini adalah dalam bentukhulul.
Bersatunya antara Tuhan dan manusia harus melalui proses bersyarat, dimana manakala manusia berkeinginan menyatu dengan Tuhannya, maka ia harus mampu melenyapkan sifat al-nasutnya. Lenyapnya sifat al-nasut, maka secara otomatis akan dibarengi dengan munculnya sifat al-lahut dan dalam keadaan seperti inilah terjadi pengalamanhulul. Untuk melenyapkan sifat al-nasut, seorang hamba harus memperbanyak ibadah. Dengan membersihkan diri melalui ibadah dan berhasil usahanya melenyapkan sifat ini, maka yang tinggal dalam dirinya hanya sifat al-lahut. Pada saat itulah sifat al-nasut Tuhan turun dan masuk ke dalam tubuh seorang Sufi, sehingga terjadilah hulul, dan peristiwa ini terjadi hanya sesaat.
Pernyataan al-Hallaj bahwa dirinya tetap ada, yang terjadi adalah bersatunya sifat Tuhan di dalam dirinya, sebagaimana ungkapan syairnya :
“Maha suci zat yang sifat kemanusiaan-Nya membukakan rahasia ketuhanan-Nya yang gemilang. Kemudian kelihatan bagi makhluknya dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum”.

Dalam syair di atas tampak Tuhan mempunyai dua sifat dasar ke- Tuhanan, yaitu “Lahut” dan “Nasut”. Dua istilah ini oleh al-Hallaj diambil dari falsafah Kristen yang mengatakan bahwa Nasut Allah mengandung tabiat kemanusiaan di dalamnya. Dalam konsep hulul al-Hallaj dimana Tuhan dengan sifat ketuhanan menyatu dalam dirinya, berbaur sifat Tuhan itu dengan sifat kemanusiaan. Penyatuan antara roh Tuhan dengan roh manusia dilukiskan oleh al-Hallaj di dalam syairnya sebagai berikut :
 “JiwaMu disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur dicampur dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yang menyentuh Engkau, ia menyentuh aku pula dan ketika itu dalam setiap keadaaan Engkau adalah aku”.

Bahkan didalam syairnya yang lain, al-Hallaj melukiskan dengan sangat jelas bahwa :
 “Aku adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucinta adalah aku. Kami adalah dua roh yang bersatu dalam satu tubuh. Jika engkau lihat aku, engkau lihat Dia, dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat kami”.

Tatkala peristiwa hulul sedang berlangsung, keluarlah syatahat (kata-kata aneh) dari lidah al-Hallaj yang berbunyi Ana al-Haqq (Aku adalah Yang Maha Benar). Kataal-Haq dalam istilah tasawuf, berarti Tuhan. Sebagian masyarakat saat itu menganggap al-Hallaj telah kafir, karena ia mengaku dirinya sebagai Tuhan. Padahal yang sebenarnya, dengan segala kearifan dan kerendahan hati spiritualnya, al-Hallaj tidak mengaku demikian. Perspektif ini dibangun berdasarkan ungkapan syairnya yang lain dengan mengatakan bahwa :
 “Aku adalah Rahasia Yang Maha Benar, dan bukanlah Yang Maha Benar itu aku, aku hanya satu dari yang benar, dibedakanlah antara kami atau aku dan Dia Yang Maha Benar”.

Dalam pengertian lain dapat diungkapkan bahwa syatahat yang keluar dari mulut al-Hallaj tidak lain adalah ucapan Tuhan melalui lidahnya. Dengan ungkapan ini, semakin tidak mungkin untuk memahami bahwa maksud al-Hallaj dengan hululnya dalam berbagai syairnya adalah dirinya al-Haq. Jadi karena sangat cintanya kepada Allah menjadikan tidak ada pemisah antara dirinya dengan kehendak Allah, seolah-olah dirinya dan Tuhan adalah satu. Sebagaimana diungkapkan dalam syairnya :
“Aku adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucintai adalah aku”





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Khulul secara etimologis berasal dari kata hall-yahull-hulûl berarti berhenti atau diam, Menurut Abû Manshûr al-Hallaj dalam tasawuf filosofis menyatakan bahwa hulûl adalah pengalaman spiritual seorang sufi sehingga ia dekat dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan menjelma padanya, Konsep yang diusung oleh Mansur al-Hallaj dalam praktek pengalaman tasawufnya sebenarnya berpijak dari kedekatannya dengan Tuhan. Kedekatan berikut dengan segala atribut nuansa spiritualnya bertumpu pada konsep teologi yang masih dalam koridor spiritualitas Islam (Islamic Spirituality), Menurut al-Hallaj manusia mempunyai sifat dasar yang ganda, yaitu sifat ketuhannan atau lahut dan sifat kemanusiaan atau nasut. Demikian juga halnya tuhan memiliki sifat ganda, yaitu sifat-sifat Ilahiyat dan lahut dan sifat Insaniyah atau nasut.













DAFTAR PUSTAKA
Ø Dr. H.Ali Mas’ud, M.Ag., M.Pd.I., Ahlak Tasawuf. Sidoarjo: DwiPutra Pustaka Jaya, 2012.
Ø Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo, 1997.
Ø Hadi M. Abd. W., dalam pengantar Saleh Abdul Sabur, Tragedi al-Hallaj. Bandung: Pustaka, 1976.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar