Senin, 07 Desember 2015

MAKALAH PSIKOLOGI KOMUNIKASI

MAKALAH
(pada fenomena rasa panik yang berlebihan pada diri sendiri)
“Di ajukan untuk memenuhi tugas matakuliah PSIKOLOGI KOMUNIKASI”





Dosen Pembimbing :
Dr. Nikmah Hadiati Salisah, S.Ip, M.Si

Disusun Oleh :
INENDA FELAYANI SAFITRI
B76212112

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2014


BAB I
A. LATAR BELAKANG
Setiap orang pasti mempunyai ganguuan psikis yang berbeda-beda, berikut dengan saya sendiri. Kecemasan merupakan suatu kondisi yang dapat dialami siapapun, rasa panik dapat berupa rasa panik yang wajar maupun tidak wajar. Disini saya akan membeberkan gangguan psikis yang pernah saya alami, dan itu tidak hanya sekali namun berkali-kali dalam keseharian saya. Saya menyandang gangguan psikis pada jantung saya, jatung lemah. Akibatnya yakni rasa panik yang overload. Rasa panik yang overload tidaklah baik bagi diri kita sendiri dan orang lain.
Pernah suatu hari saya sedang mempersiapkan segalanya untuk presentasi makalah individu saya dalam mata kuliah pengantar Public Relation, dan pada saat itu saya sedang mengikuti privat public speaking dengan salah satu dosen saya, dan tepat hari jum’at sya hendak maju untuk presentasi, sebelumnya saya benar-benar dibimbing dosen privat saya untuk berlatih presentasi di depan kelas dengan baik dan benar. Saya telah didiagnosa mempunyai rasa panik yangoverload oleh dosen privat saya, maka dari itu disana saya belajar dengan keras untuk menghilangkan sedikit demi sedikit rasa panik yang ada dalam diri saya. Dengan cara terapi, memainset fikiran dengan hal-hal yang baik, seperti akuu bisa, aku pasti sukses dll. Dan ketika saya hendak maju untuk presentasi, saya sudah bayak menyiapkan materi dengan mateang, memahami segala isi yang ada di dalam makalah tersebut dengan baik. Bila saya belajar menjelaskan sendiri di hadapan kaca semua isi makalah yang telah saya buat sendiri tadi, saya terlihat lancar dan terlihat lihai sebab saya sendiri menguasai materi yang saya punya, tapi apalah daya ketika saya maju untuk presentasi di depan kelas, semuanya buyar.
Padahal ketika sebelum presentasi saya sudah merasa percaya diri dengan kemampuan saya, dengan kehebatan saya yang akan ku tunjukkan kepada teman-teman dan ibu dosen, ternyata ketika aku hendak memulai menjelaskan poin fenomena saya sedikit gugup dan panik. Sehingga membuat nada penjelasan saya di depan teman-teman tidak stabil dan yang terjadi blibet semua ketika menjelaskan. Terdengar di telinga teman-teman tidak jelas apa yang telah aku jelaskan di depan kelas tadi.
Dan disana aku merasa kecewa, dimana aku tidak bisa mengontrol kepanikanku ini dengan baik, tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa rasa panik ini spontan datang disaat yang seperti itu. Dan hasilnya ketika aku sedang mengaami gangguan rasa panik yang overload yakni cara atau model bicaraku blibet, suara yang aku keluarkan tidak begitu jelas, dan nada bicaraku ngos-ngosan seperti dikejar anjing, merasa terlalu lelah dengan rasa panik yang terlalu overload ini.
Gangguan rasa panik membuat saya tidak nyaman dengan diri saya sendiri saat berbicara di depan publik. Rasa takut dengan rasa panik mengakibatkan rasa tertekan dalam diri sendiri, dan bila terlalu lama kita merasatertekan bisa-bisa kita mengalami stres kecil. Ada sisi yang berbeda saat aku berbicara dengan 1-5 orang bertatap muka, aku tidak akan merasa panik, tetapi bila halnya aku berbicara didepan umum, berdiri diatas mimbar ataupun berdiri di depan kelas, sungguh rasa panik tiba-tiba muncul tanpa di duga. Bila rasa panik bisa dikatakan normal bila tidak melampaui batas, dan bila rasa panik itu melalui batas, bisa jadi itu adalah gangguan rasa panik yang tidak normal menurut saya.
Terkadang kepanikanku membuat orang lain ikut panik, terkdang kaget juga. Sebab jika aku terserang serangan panik yang tak terduga, spontan saja aku bertriak dan berlalri ke arah yang bisa ku jangkau. Sehingga tidak tersadarkan jika aku sudah melakukan hal yang mengagetkan orang disekitarku. Terkadang juga kejadian tersebut telah berlalu, tetapi ketika aku bertemu dengan fenomena yang sama atau aku sedang mengingat hal itu kecemasanku tiba-tiba kambuh dan burujung panik. Hal seperti itu yang sangat saya benci, dimana saya tidak bisa mengontrol kepanikan ini dan tidak bisa memainset pikiranku agar tidak panik. Memainset pikiran dan mengontrol rasa panik yang berlebihan bukanlah hal yang mudah bagiku, sebab kenyataannya sendri sangat susah.
Aku sendiri pernah memeriksa ke dokter, sebenarnya saya mempunyai penyakit apa saja, agar aku dari sekarang bisa mengobati bila memang ada. dan ternyata aku mengalami penyakit jantung alias jantung lemah, jadi tidak bisa menyalahkan siapa-siapa jika aku mempunyai rasa panik yang overload.
Lalu ada lagi, aku pernah mengalami ini, ketika saya berada di tempat umum dan melihat dengan mata kepala sendiri ada kecelakaan dahsyat di depan saya, secara spontan diri saya sendiri merasa panik, dan tidak berani berkutik. Saya takut dengan keadaan orang yang mengalami kecalakaan tersebut, bukannya saya tidak inigin menolongnya. Sebab saya sendiri juga panik, bahkan tidak panik saja, secara spontan jantung saya tiba-tiba berdebar dan butuh penenang. Padahal bukan diri saya sendiri yang sedang menimpa kecelakaan tersebut, melainkan orang lain, kenapa jadi saya yang merasa takut dan panik berlebihan seperti ini. Ini semua tidak bisa saya hindari. Syaa terkadang benci dengan diriku sneidri yang seperti itu, terlalu takut dengan apa yang sedang terjadi.



B. KAJIAN TEORITIK
Dalam gangguan panik seseorang mengalami serangan mendadak dan sering kali tidak dijelaskan dalam bentuk serangkaian simtom yang tidak mengenakkan—kesulitan bernafas, jantung berdebar, mual, nyeri dada, merasa seperti terrrdeeesak, dan tercekik. Pusing, berkeringat dan gemetr serta kecemasan yang sangat dalam , teror dan merasa seolah-olah akan mati. Depsresonalisasi, perasaan bahwa dunia tidak nyata, juga ketakutan kehilangan kendali, menjadi gila atau bahkan mati dapat memenuhi dan menguasai pasien.
Serangan panik dapat terjadi,mungkin sekali dalam seminggu atau lebih sering lagi; biasanya berlangsung selama beberapa menit. Jarang bila dalam hitungan jam; dan kadangkala berkaitan dengansituasi spesifik, seperti mengendarai mobil. Jika sangat terkait dengan pemicu situasional, disebut serangan panik berisyarat. Jika terdapat hubungan antara stimulus dengan serangan, namun tidak sangat kuat, serangan disebut sebagai serangan yang dipicu secara situasional. Serangan panik jugadapat terjadi dalam kondisi yang tampaknya tenang, seperti relaksasi, dalam tidur, dan dlam situasi yang tidak terduga; dalam kasus-kasus ini disebut sebagai serangan tanpa isyarat. Serangan tanpa isyarat yang berulang dan khawatir mengalami serangan pada masa mendatang merupakan prasyarat diagnosis gangguan panik, namun serangan panik sendiri cukup banyak terjadi  antara 3 hingga 5 persen dalam populasi umum setiap tahunnya. Pada orang-orang yang tidak memenuhi kriteria gangguan panik. Terjadinya serangan berisyarat saja kemungkinan besar menandakan adanya fobia.
Prevalensi sepanjang hidup gangguan panik sekitar 2 persen pada laki-lakidan dari 3 persen dari perempuan (Kessler dkk, 1994). Umumnya berawal pada masa remaja, dan kemunculannya terkait dengan pengalaman hidup yang penuh stres (pollard, dan corn,1989). Prevalensi gangguan panik bervariasi dalam berbagai budaya. Sebagai contoh, di Afrika didiagnosa pada sekitar 1 persen laki-laki dan 6 persen perempuan (Hollified dkk, 1990). Namun demikian di Taiwan prevalensi gangguan panik cukup rendah, mungkin disebabkan stigma bila menuturkan masalah mental (Weissman dkk., 1997). Dalam DSM-IV-TR gangguan panik di diagnosis dengan atau tanpa agorafobia. Agorafobia adalah sekumpulan rasa takut pada tempat-tempat umum dan ketikmampuan melarikan diri atau mendapatkan pertolongan bila menjadi lemah oleh sebuah kecemasan. Para pasien yang menderita gangguan panik umumnya menghindari situasi dimana serangan panik dapat berbahaya atau memalukan. [1]

Etiologi gangguan panik
Dua teori yaitu biologis dan psikologis telah digunakan untuk menjelaskan gangguan panik.
·         Teori biologis : dalam beberapa kasus, sensasi fisik yang disebabkan oleh suatu penyakit memicu beberapa orang mengalami gangguan panik. Sebagai contoh, sindrom penurunan katup kiri jantung menyebabkan jantung berdebar, penyakit telinga bagian dalam menyebabkan kepusingan yang dirasakan menakutkan bagi beberapa orang dan memicu terjadinya gangguan panik (Asmundson, Larsen & Stein, & Kendler, 2001).
Aktivitas noradrenergik teori bologi lain yang menyatakan bahwa panik disebabkan oleh aktivitas yang berlebihan dalam sistem noradrenegrik (neuron yang menggunakan norepinefrin sebagai neurotransmiter). Salah satu versi teori ini memfokuskan pada nukleus dalam pons yang disebut locus cecules. Perangsangan terhadap locus ceuleus menyebabkan kera mengalami apa yang terlihat seperti serangan panik, menunjukkan kemungkinan bahwa serangan yang terjadi secara alami disebabkan oleh aktivitas noradrenergik yang berlebihan. Penelitian selanjutnya dengan menggunakan manusia menemukan bahwa yohimbine, obat yang merangsang aktivitas dalam locus ceruleus, dapat menghentikan seragan panik pada pasien gangguan panik.[2] Namun demikian, penelitian yang lebih mutakhir tidak konsisten dnegan penemuan tersebut, penting untuk diketahui, obat-obatan yang menghambat pembakaran dalam locus ceruleus ternyata tidak sangat efektif untuk menangani serangan panik.  
Data yang mengindikasi bahwa beragam faktor bilogois dapat menyebabkan serangan panik juga menunjukkan bahwa hal itu dapat terjadi hanya pada orang-orang yang telah didiagnosa penderita tersebut atau pada mereka yang memilki ketakutan besar terhadap sensasi tubuhmereka sendiri. Hal ini dapat diartikan bahwa stimuli ini mengaktifkan beberapa macam abnormalitas biologis atau diathesis pada pasien gangguan tersebut. Namun demikian respon fsiologis orang yang menderita gangguan panik terhadap berbagai faktor biologis ini sama persis dengan mereka yang tidak menderita gangguan tersebut. Hanya saja Self-Report atas tingkat ketakutan yang ditimbulkan oleh faktor tersebut berbeda pada kedua kelompok tersebut.dengan demikian hasilnya dapat mengindikasi bahwa reaksi psikologis terhadap faktor tersebut merupakan hal yang penting. Sebuah kemungkinan yang mendasari penanganan yang validasi dengan baik bagi gangguan ini, seperti yang akan kita lihat nanti. [3]
·         Teori Psikologis: teori psikologis utama mengenal agorafobia yang sering menyertai gangguan panik adalah hipotesisketakutan terhadap ketakutan, yang berpendapat bahwa agorafobia bukanlah ketakutan terhadap tempat-tempat umum itu sendiri, melainkan ketakutan mengalami serangan panik di tempat umum.
Classical conditioning dan perbedaan antara kecemasan dan panik menjadi dasar satu teori yang diajukan baru-baru ini mengenai serangan panik itu sendiri. Panik sebagaimana kami gambarkan sebelumnya, merupakan kondisi ketakutan ekstrem dan ketegangan otonomik yang sangat kuat. Kecemasan dipandang sebagai kondisi kegugupan dan kekhawatiran. Poin utama teori tersebut adalah serangan panik menjadi terkondisi secara klasikal secara sensasi fisik internal yang ditimbulkan oleh kecemasan. Teori ini di dukung beberapa studi dimana orang-orang yang menderita gangguan panik mencatat serangan yang mereka alami dan hal-hal yang memicunya. Kecemasan dan sensasi fisik sering kali dituturkan, serangan panik bukan merupakan hal yang tidak biasa. Mengapa beberapa orang kemudian menderita gangguan panik, sedangkan yang lain mampu mengatasi serangan tersebut? Salah satub kemungkinan adalah mereka yang kemudian menderita gangguan panik menganggap serangan tersebut sebagai sesuatu yang tidak dapat dikendalikan dan tidak dapat di prediksi serta melihat serangan tersebut sebagai kekuatan tertentu. Hal ini dpat menjadi UCS yang sangat kuat sekaligus meningkatkan conditioning.
Teori kedua mengenai gangguan panik juga memfokuskan pada gejala-gejala awal suatu serangan, namun menekankan pada kesalahan interpretasi yang bersifat merusak tehadap stimuli ini. Serangan panik terjadi bila seseorang merasakan semacam sensasi fisik dan menginterpretasinya sebagai tanda-tanda datangnya kematian. Pikiran tersebut memicu kecemasan yang lebih besar dan sensasi fisik yang lebih banyak sehingga tercipta lingkaran setan.
Konsep kontrol juga relevan dengan panik. Para pasien yang menderita gangguan tersebut memiliki ketakutan ekstrem kehilangan kendali, yang sering terjadi jika mereka mengalami serangan di tempat umum. Pentingnya kontrol ditunjukkan dengan jelas dalam studi yang dilakukan oleh Sanderson, Rapee dan Barlow. Yang merupakan pengulangan konseptual studi sejenis yang dilakukan sebelumnya oleh Geer, Davidson dan Gatchel. Perhatikan bahwa selain menunjukkan dengan jelas pentingnya akan perasaan kendali dalam gangguan panik, data tersebut sekali lagi menunjukkan bahwa bukan faktor biologis semata yang menyebabkan panik, namun juga lebih pada reaksi psikologis sesorang merupakan hal yang terpenting. [4]
Terapi untuk gangguan panik
Terapi bagi gangguan panik mencakup pendekatan biologis dan psikologis. Beberapa diantaranya yakni memiliki cukup kesamaan dengan penanganan yang telah dibahas bagi fobia.
·         Penagnganan Biologis : karena penderita gangguan panik biasanya berkonsultasi dengan dokter sebelum mereka menemui psikologis atau psikiater. Pengobatan psikoaktif pada umumnya merupakan penanganan awal dan terkadang satu-satunya jenis penanganan yang doiterima seseorang. Pemasaran besar-besaran obat-obat anti panik melalui media kemungkinan juga merupakan suatu faktor. Beberapa obat telah menunjukkan keberhasilan sebagai penanganan biologis bagi gangguan panik. Obat-oabatan tersebut mencakup antidepresan dan benzodiaz-epine. Bukti efektifitas Alprazonam sangat meyakinkan karena diperoleh melalui studi berskala besar dan multinasional.
Pada sisi negatif, bila obat-obatan diberika oleh dokter keluarga pasien, bukan dalam studi penelitian yangtelah disebutkan. Efektifitasnya menurun, sebagian besar karena dosis yang kurang atau durasi penanganan yang tidak cukup lama. Terlebih lagi, sebagaian pasien gangguan panik yang diberi obat-obatan tiga siklus dihentikan pengobatannya karena efek samping seperti rasa gugup dan bertambahnya berat badan serta efek samping yang lebih serius seperti denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Terlebih lagi bonzodiazepine menyebabkan kecanduan dan menghasilkan efeksamping kognitif dan motorik, seperti berkurangnya memori dan kesulitan mengemudi. Dalam upaya untuk mengurangi kecemasan, banyak pasiena menggunkan sendiri anxiolytic atau alkohol. Penggunaan dan penyalahguanaan obat-oabatan umum terjadi pada orang-orang yang menderita kecemasan.[5] Walaupun jika hasilnya efektif penenangan melalui obat-obatan harus terus dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas karena simtom-simtom hanpir selalu muncul lagi bila pengobatan dihentikan. Terakhir terapi pengendalian kepanikan oleh barlow, tampaknya lebih baik dari terapi obat yang saat ini tersedia, terutama bila dilakukan tindak lanjut jangka panjang, seperti dijelaskan secara rinci.
·         Penanganan Psikologis : terapi dengan memberikan pemaparan sering kali berguna untuk mengurangi agorafobia, dan keuntungan ini sangat dipertahankan selama bertahun-tahun setelah selesainya terapi (fava, dkk 1995). Beberapa studi menemukan bahwa efek pemaparan meningkat bila pasien didorong untuk rileks selama pemaparan berlangsung, namun beberpa studi lain tidak menunjukkan manfaat tambahan dan relaksasi.
Para pasien yang berstatus menikah dan masalah utamanya atau satu-satunya adalah agorafobia telah mendapatkan manfaat dari berbagai terapi yang berorientasi keluarga yang melibatkan pasangannya yang nonfobik, yang didorong tidak lagi mengakomodasi penolakan pasangannya untuk keluar rumah. Program penelitian klinis yang dilakukan Barlow menemukan bahwa keberhasilan terapi pemaparan langsung, dimana seseorang yang menderita agorafobia didorong untuk sedikit demi sedikit meninggalkan wilayah amannya, meningkatkan bila terdapat keterlibatan pasangan. Bertentangan dengan keyakinan bahwa seorang pasangan nonfobik menginginkan pasangannya untuk tergantung padanya , kepuasan dalam perkawinan cenderung meningkat seiring pasangannya yang ketakutan menjadi semakin berani . [6]
Menangani agorafobia melalui pemaparan tidak selalu mengurangi serangan panik. Dengan demikian, penanganan psikologis terhadap gangguan panik telah berubah arah dalam beberapa tahun terakhir. Memfokuskan pada penemuan yang disebutkan sebelumnya, bahwa beberapa pasien mengalami kekhawatiran yang berlebihan ketika merasakan berbagai sensasi fisik yang tidak berbahaya dan berkreasi secara berlebihan. Suatu terapi yang divalidasi dengan baik dikembangkan oleh Barlow dan rekan-rekannya dan disebut terapi pengendalian kepanikan (PCT-Panic Control therapy) yang memiliki 3 koponen utama :
1.      Training relaksasi
2.      Kombinasi intervensi behavioral kognitif dari Ellis dan Beck
3.      Bagian terbaru, pemaparan dengan tanda-tanda internal yang memicu kepanikan (Barlow 1998; Barlow & Craske, 1994; Craske & Barlow, 2001)
Mari kita bahas komponen ketiga secara lebih rincikaena benar-benar cukup inovatif. Terapi mempersuasi klien untuk berlatih berbagai perilaku yang dapat menimbulkan perasaan yang berkaitan denga kepanikan dan dilakukan di ruangan konsultasi. Sebagai contoh seseorang yang mengalami serangan panik yang diawali dengan hiperventilasi diminta untuk bernafas dengan cepat selama tiga menit. Seseorang yang merasa pusing dapat diminta untuk berputar dikursi selama beberapa menit. Ketika sensasi seperti kepusingan mulai kering, kepala menjadi  ringan, denyut jantung yang meningkatdan tanda-tanda panik lain mulai terjadi, klien (1) mengalamidalam kondisi yang aman dan (2) penerapan taktik coping kognitif dan relaksasi yang dipelajari sebelumnya.
Dengan latihan dan dorongan atau persuasi dari terapis, klien belajar untuk menginterpretasi berbagai sensasi internal dari sesuatu yang menjadi tanda-tanda hilangnya kontrol dan kepanikan menjadi tanda-tanda yang secara instrinsik tidak berbahaya dan dapat dikendalaikan dengan keterampilan tertentu. Penciptaan sensasi fisik dengan sengaja oleh klien, disertai dengan keberhasilan mengatasinya, mengurangi ketidakterdugaan dari sensasi tersebut dan mengubah maknanya bagi klien. Tindak lanjut yang dilakukan selama dua tahun menunjukkan bahwa keuntungan terapeutik terapi kognitif dan pemaparan ini bertahan hingga tingkat yang signifikan dan lebih baik dibandingkan keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan arplazolam, walaupun banyak pasien yang tidak terbebas dari kepanikan. Baru-baru ini studikomparatif multilokasi tehadap penanganan gangguan panik melalui memublikasikan penemuan yang membandingkan PCT, imipramine, placebo, kombinasi PCT dan imipramine. Semua penanganan diberikan sekali dalam seminggu salam tiga bulan, diikuti dengan tindak lanjut selama 6 bulan bagi mereka yang kondisinya membaik dalam 3 bulan penenangan minggu.[7]

C.  ANALISA
Analisa fenomena dengan kajian teoritik
·         Dalam fenomena yang sudah saya paparkan diatas bila digabungkan dengan teori gangguan rasa panik dalam bukunya Davidson, Gerald C. PSIKOLOGI ABNORMAL EDISI KE 9, gangguan yang sedang menimpa diri saya yakni gangguan rasa panik psikologis semacam agorafobia, ketakutan yang berlebihan. teori psikologis utama mengenal agorafobia yang sering menyertai gangguan panik adalah hipotesis ketakutan terhadap ketakutan, yang berpendapat bahwa agorafobia bukanlah ketakutan terhadap tempat-tempat umum itu sendiri, melainkan ketakutan mengalami serangan panik di tempat umum. Biila dilihat dari fenomena di atas, saya sama persis seperti orang yang menyandang gangguan panik psikologis. Yang dimana kadang saya menakuti serangan panik yang ada di muka umum, contohnya ketika saya berada di tempat umum dan melihat dengan mata kepala sendiri ada kecelakaan dahsyat di depan saya, secara spontan diri saya sendiri merasa panik, dan tidak berani berkutik. Saya takut dengan keadaan orang yang mengalami kecelakaan tersebut, bukannya saya tidak inigin menolongnya. Sebab saya sendiri juga panik, bahkan tidak panik saja, secara spontan jantung saya tiba-tiba berdebar dan butuh penenang. Padahal bukan diri saya sendiri yang sedang menimpa kecelakaan tersebut, melainkan orang lain, kenapa jadi saya yang merasa takut dan panik berlebihan seperti ini. Ini semua tidak bisa saya hindari. Inilah yang dimaksud ketakutan mengalami serangan panik di tempat umum.
Dan terkadang jika saya sudah melampaui masa tersebut, contohnya kejadian kecelakaan dahsyat tersebut sudah terjadi seminggu yang lalu, tetapi secara tidak sengaja ketika saya melewati tepat itu lagi dilain hari, di lain waktu aku merasakan kembali nuansa kepanikan saya saat melihat kecelakaan dahsyat seminggu yang lalu. Kepanikan ku memang ganguan rasa panik yang berlebihan. Hingga di tempat umumpun aku menakuti adanya serangan panik dalam diri saya sendiri.
Sehingga penderita gangguan panik yang berlebihan seperti saya ini terkadang merasa dalam lingkaran setan, bagaiamana tidak? Fikiran kita telah di mainset secara otomatis yang negatif-negatif.
Para pasien yang menderita gangguan tersebut memiliki ketakutan ekstrem kehilangan kendali, yang sering terjadi jika mereka mengalami serangan di tempat umum. Pentingnya kontrol ditunjukkan dengan jelas dalam studi yang dilakukan oleh Sanderson, Rapee dan Barlow. Yang merupakan pengulangan konseptual studi sejenis yang dilakukan sebelumnya oleh Geer, Davidson dan Gatchel. Perhatikan bahwa selain menunjukkan dengan jelas pentingnya akan perasaan kendali dalam gangguan panik, data tersebut sekali lagi menunjukkan bahwa bukan faktor biologis semata yang menyebabkan panik, namun juga lebih pada reaksi psikologis sesorang merupakan hal yang terpenting. Saya sendiri terkadang membutuhkan pengobatan khusus untuk gangguan rasa panik yang berlebihan ini, atau setidaknya rasa kendali dalam gangguan panik ini. Gejala gangguan panik disebabkan lebih pada ke reaksi psikologis bukan karena faktor biologis semata saja.
Untuk terapi model gangguan panik yang berlebihan yakni menggunakan model terapi penanganan psikologis dengan point pemaparan eksklusif, agar sedikit demi sedikit mengurangi agorafobia. Program penelitian klinis yang dilakukan Barlow menemukan bahwa keberhasilan terapi pemaparan langsung, dimana seseorang yang menderita agorafobia didorong untuk sedikit demi sedikit meninggalkan wilayah amannya, meningkatkan bila terdapat keterlibatan pasangan. Bertentangan dengan keyakinan bahwa seorang pasangan nonfobik menginginkan pasangannya untuk tergantung padanya , kepuasan dalam perkawinan cenderung meningkat seiring pasangannya yang ketakutan menjadi semakin berani. Disini juga sudah dijelaskan bahwa penyandanggangguan panik yangberlebihan dapat melakukan terapi pemaparan agar mereka merasa lebih berani dengan apa yang sudah dia perbuat selama ini, tanpa memikirkan rasa takut yang berlebihan yang mengakibatkan gangguan panik itu muncul kembali.
Menangani agorafobia melalui pemaparan tidak selalu mengurangi serangan paniK, begitu juga dengan pasien yang menyandang gangguan panik yang berlebihan.  Dengan demikian, penanganan psikologis terhadap gangguan panik telah berubah arah dalam beberapa tahun terakhir. Memfokuskan pada penemuan yang disebutkan sebelumnya, bahwa beberapa pasien mengalami kekhawatiran yang berlebihan ketika merasakan berbagai sensasi fisik yang tidak berbahaya dan berkreasi secara berlebihan. Berikut ada suatu terapi yang divalidasi dengan baik dikembangkan oleh Barlow dan rekan-rekannya dan disebut terapi pengendalian kepanikan (PCT-Panic Control therapy) yang memiliki 3 koponen utama :
1.      Training relaksasi
2.      Kombinasi intervensi behavioral kognitif dari Ellis dan Beck
3.      Bagian terbaru, pemaparan dengan tanda-tanda internal yang memicu kepanikan (Barlow 1998; Barlow & Craske, 1994; Craske & Barlow, 2001).
Terapi mempersuasi klien untuk berlatih berbagai perilaku yang dapat menimbulkan perasaan yang berkaitan denga kepanikan dan dilakukan di ruangan konsultasi, disini saya sendiri akan berlatih berbagai perilaku yang dapat menimbulkan perasaan saya sendiri yang berkaitan dengan kepanikan dan akan dilakukan di dalam ruangan konsultasi, dengan cara berputar dikursi selama beberapa menit. Ketika sensasi seperti kepusingan mulai kering, kepala menjadi  ringan, denyut jantung yang meningkatdan tanda-tanda panik lain mulai terjadi, klien (1) mengalami dalam kondisi yang aman dan (2) penerapan taktik coping kognitif dan relaksasi yang dipelajari sebelumnya.
Dengan latihan dan dorongan atau persuasi dari terapis, saya belajar untuk menginterpretasi berbagai sensasi internal dari sesuatu yang menjadi tanda-tanda hilangnya kontrol dan kepanikan menjadi tanda-tanda yang secara instrinsik tidak berbahaya dan dapat dikendalaikan dengan keterampilan tertentu. Penciptaan sensasi fisik dengan sengaja oleh saya sendiri, disertai dengan keberhasilan mengatasinya, mengurangi ketidakterdugaan dari sensasi tersebut dan mengubah maknanya bagi saya.
Serta untuk Tindak lanjut yang telah saya lakukan selama dua tahun menunjukkan bahwa keuntungan terapeutik terapi kognitif dan pemaparan ini bertahan hingga tingkat yang signifikan dan lebih baik dibandingkan keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan arplazolam, walaupun banyak pasien yang tidak terbebas dari kepanikan. Baru-baru ini studi komparatif multilokasi tehadap penanganan gangguan panik melalui memublikasikan penemuan yang membandingkan PCT, imipramine, placebo, kombinasi PCT dan imipramine. Semua penanganan diberikan sekali dalam seminggu salam tiga bulan, diikuti dengan tindak lanjut selama 6 bulan bagi mereka yang kondisinya membaik dalam 3 bulan penenangan mingguan


4.   PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Kesimpulannya dalam mengangani orang yang gangguan panik yangberlebihan yakni :
·         Mengontrol diri sendiri, mengontrol ketakutan saat di tempat umum
·         Memainset fikiran kita dengan hal yang positif, agar kita tidak masukdalam jerat fikiran setan.
·         Mengontrol perasaan kendali saat gangguan panik tiba-tiba datang
Dan untuk model terapi yang digunakan orang penyandang gangguan panik yakni menggunakan model terapi penanganan psikologis dengan point pemaparan eksklusif, agar sedikit demi sedikit mengurangi agorafobia. Terapi ini sangat dianjurkan, sebab apa tidak menutup kemungkinan seseorang dapat merasa pas dengan cara terapi seperti ini agar menguransi agorafobia yang mereka miliki yakni Memfokuskan pada penemuan yang disebutkan sebelumnya, bahwa beberapa pasien mengalami kekhawatiran yang berlebihan ketika merasakan berbagai sensasi fisik yang tidak berbahaya dan berkreasi secara berlebihan.
Namun ada pula model terapi menurut ahli psikologi lainnya,  berikut ada suatu terapi yang divalidasi dengan baik dikembangkan oleh Barlow dan rekan-rekannya dan disebut terapi pengendalian kepanikan (PCT-Panic Control therapy) yang memiliki 3 koponen utama :
1.      Training relaksasi
2.      Kombinasi intervensi behavioral kognitif dari Ellis dan Beck
3.      Bagian terbaru, pemaparan dengan tanda-tanda internal yang memicu kepanikan (Barlow 1998; Barlow & Craske, 1994; Craske & Barlow, 2001).
B.     SARAN
Untuk saran mungkin simple saja yaa, bagi penyandang gangguan panik yang berlebihan, terutama saya sendiri untuk tetap memperhatikan terapi terapi yang ada, terapi yang bermanfaat bagi kalian semua secara perlahan. Dikarenakan penyandang gangguan rasa panik tidak dapat diobati dengan obat-obatan semata, sebab ini menyangkut psikologis diri kita yang membutuhkan terapi internal dari diri sendiri.


Daftar Pustaka
Ø Davidson, Gerald C. 2006. PSIKOLOGI ABNORMAL EDISI KE 9.  Jakarta: PT RAJA GRAFINDO




[1] Davidson, Gerald C, PSIKOLOGI ABNORMAL EDISI KE 9.  (Jakarta: PT RAJA GRAFINDO, 2006). Hal 198
[2] Davidson, Gerald C, Ibid ., 203
[3] Davidson, Gerald C, Ibid ., 204
[4] Davidson, Gerald C, Ibid ., 205
[5] Davidson, Gerald C, Ibid ., 206
[6] Davidson, Gerald C, Ibid ., 207
[7] Davidson, Gerald C, Ibid ., 208

Tidak ada komentar:

Posting Komentar