Senin, 07 Desember 2015

TEORI KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

A.    Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi lintas budaya adalah (1) suatu studi tentang perbandingan gagasan atau konsep dalam pelbagai kebudayaan; (2) perbandingan antara satu aspek atau minat tertentu dalam satu kebudayaan; (3) atau perbandingan anatara satu aspek atau minat tertentu dengan salah satu atau lebih kebudayaan lain. Komunikasi lintas budaya lenih menekankan pada ‘perbandingan’ interaksi antarorang dari latar belakang budaya yang sama, atau perbandingan suatu aspek tertentu dari suatu kebudayaan dengan orang-orang dari suatu latar belakang budaya lain.[1] Dan juga menurut Bernad T. Adeney dalam bukunya Etika Sosial Lintas Budaya menyebutkan bahwa salah paham dalam komunikasi lintas budaya adalah suatu sumber utama terjadinya konflik moral bagi para pendatang di suatu tanah asing.[2]
Komunikasi lintas budaya merujuk pada individu-individu yang latar budayanya berbeda. Individu-individu ini tidak harus selalu berasal dari Negara yang berbeda. Di Negara yang penduduknya beragam seperti Amerika Serikat, kita dapat mengalami komunikasi lintas budaya dalam sebuah Negara bagian, sebuah komunitas, dan bahkan dalam satu blok.[3]
Istilah komunikasi antarbudaya sering dipertukarkan dengan istilah komunikasi lintas budaya (cross-cultural communication) dan terkadang diasosiasikan dengan komunikasi antaretnik (interethnic communication), komunikasi antarras (interracial communication) dan komunikasi internasional (international communication).
Komunikasi antar budaya sebenarnya lebih inklusif daripada komunikasi antaretnik atau komunikasi antarras, karena bidang yang dipelajarinya tidak sekedar komunikasi antara dua kelompok etnik atau dua kelompok ras. Komunikasi antarbudaya lebih informal, personal, dan tidak selalu bersifat antarbangsa/antarnegara, komunikasi internasional cenderung mempelajari komunikasi antarbangsa lewat saluran-saluran formal dan media massa.
Para ilmuwan social mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Benar kata Edward T. Hall (1959) bahwa “culture is communication” dan “communication is culture”.
Budaya-budaya yang berbeda memiliki system-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda. Cara kita berkomunikasi sangat bergantung pada budaya kita: bahasa, aturan, dan norma kita masing-masing. [4]
Perilaku manusia memang tidak bersifat acak. Semakin kita mengenal budaya orang lain, semakin terampillah kita memperkirakan ekspektasi orang itu dan memenuhi ekspektasinya tersebut. Ekspektasi ini dan cara kita memenuhinya didasarkan pada apa yang telah terjadi sebelumnya. Setelah terjadi banyak pengulangan, kita biasanya dapat memastikan apa yang bakal terjadi, sehingga kita merasa tidaklah mungkin untuk melanggar aturan atau norma itu.

Perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal. Perbedaan ekspektasi dalam komunikasi sekurang-kurangnya menyebabkan komunikasi tidak lancer, timbul perasaan tidak nyaman atau kesalahpahaman, seperti dilukiskan contoh berikut:
Seorang pria Indonesia merasa malu, benci, jijik dan ingin marah ketika pipinya dicium oleh seorang pria Arab ketika ia baru tiba di Jeddah untuk menunaikan ibadah haji. Bagi orang Arab, perilaku itu setulusnya menandakan persahabatan, namun bagi orang Indonesia mengisyaratkan perilaku homoseksual.
Dewasa ini kesalahpahaman- kesalahpahaman seperti itu masih sering terjadi ketika kita bergaul dengan kelompok-kelompok budaya yang berbeda. Problem utamanya adalah kita cenderung menganggap budaya kita sebagai suatu kemestian, tanpa mempersoalkannya lagi (taken-for-granted), dan karenanya kita menggunakannya sebagai standar untuk mengukur budaya-budaya lain.
Ketika kita berkomunikasi dengan orang-orang lain, kita dihadapkan dengan bahasa-bahasa, aturan-aturan, dan nilai-nilai yang berbeda. Sulit bagi kita untuk memahami komunikasi mereka bila kita sangat etnosentrik. Menurut Sumner etnosentrisme adalah “memandang segala sesuatu dalam kelompok sendiri sebagai pusat segala sesuatu itu, dan hal-hal lainnya diukur dan dinilai berdasarkan rujukan kelompoknya”. Pandangan-pandangan etnosentrik itu antara lain berbentuk stereotip, yaitu suatu generalisasi atas sekelompok orang, objek, atau peristiwa yang secara luas dianut suatu budaya. Ini tidak berarti bahwa semua stereotip salah. Ada setitik kebenaran dalam stereotip dalam arti bahwa sebagian stereotip cukup akurat sebagai informasi terbatas untuk menilai sekelompok orang yang hampir tidak kita kenal.
Kesalahpahaman- kesalahpahaman antarbudaya diatas dapat dikurangi bila kita sedikitnya mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi antarbudaya dan mempraktikannya dalam berkomunikasi dengan orang-orang lain.
Kebutuhan untuk mempelajari komunikasi antarbudaya semakin terasa karena semakin banyak orang asing yang datang ke negara kita. Untuk bangsa Indonesia, pengajaran komunikasi antarbudaya lebih penting lagi mengingat bangsa kita terdiri dari berbagai suku bangsa dan ras.
Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapakan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan haus disandi balik dalam budaya lain.
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi, dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energo-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna.
Tiga unsure sosio-budaya mempunyai pengaruh yang besar dan langsung atas makna-makna yang kita bangun dalam persepsi kita. Unsure-unsur tersebut adalah kepercayaan (belief), nilai (value), sikap (attitude), pandangan dunia (world view), dan organisasi social (social organization). Ketika ketiga unsure utama ini mempengaruhi persepsi kita dan makna yang kita bangun dalam persepsi, unsure-unsur tersebut mepengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif.
Sebutan Komunikasi Lintas Budaya sering digunakan untuk menyebut makna Komunikasi Antar Budaya tanpa dibatasi konteks geografis, ras, dan etnik. Karenanya, KLB didefiniskan sebagai analisis perbandingan yang memprioritaskan relativitas kegiatan kebudayaan. KLB umumnya lebih terfokus pada hubungan antar bangsa tanpa harus membentuk kultur baru sebagaimana yang terjadi dalam KAB.

B.     Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya

Kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas dan peran, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan kompetensi komunikasi lintas budaya adalah kompetensi yang dimiliki seseorang (baik secara pribadi, berkelompok organisasi atau dalam etnik dan ras) untuk meningkatkan kapasitas, keterampilan, pengetahuan yang berkaitan dengan kebutuhan utama dari orang-orang lain yang berbeda kebudayaannya. Kompetensi lintas budaya dengan kebutuhan utama dari orang-orang lain yang berbeda kebudayaannya. Kopetensi lintas budaya juga merupakan suatu perilaku yang termasuk sikap, struktur juga kebijakan yang datang bersamaan atau menghasilkan kerja sama dalam situasi lintas budaya. Setiap kompetensi lintas budaya dari seorang individu tergantung pada situasi sosial, organisasi kelompok kerja, dan tempat individu berada (secara fisik maupun sosial). Semua faktor diatas membentuk sebuah sistem yang mempengaruhi kompetensi lintas budaya individu yang efektif. Dapat dikatan bahwa kompetensi komunikasi lintas budaya merupakan tanggung jawab atas total sistem sebuah kebudayaan. Kompetensi lintas budaya juga berkaitan dengan suatu keadaan dan kesiapan individu sehingga kapasitasnya dapat berfungsi efektif dalam situasi perbedaan budaya.
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa kompetensi lintas budaya adalah kompetensi yang dimiliki oleh manusia baik secara pribadi, berkelompok, organisasi atau dalam etnik dan ras tertentu, dalam meningkatkan keterampilan, pengetahuan yang menyangkut kebutuhan utama dari orang-orang berbeda budaya. Jadi Kompetensi komunikasi lintas budaya adalah seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi antar manusia berbeda budaya.
C.    Kegunaan Komunikasi Lintas Budaya
D.    Tujuan Komunikasi Lintas Budaya
Salah satu hal yang paling ditekankan adalah tujuan dari komunikaksi lints budaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain. Mungkin saja pertemuan antar dua orang menimbulkan permasalahamengenai relasi dan muncullah beberapa pertanyaan, seperti : bgaimana perasaan dia terhadap saya, bagaimaa sikap dia terhadapsaya, apa yang akan saya roleh jikasaya berkomunikasidengan dia, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Kebingungan yang dituangan dalapertanyaan tadiakan membuat orang merasa harus berkomunikasi, sehinggapermasalahan relasi terjawabdan kitamerasa diriberada dalam suasana relasi ang juga lebih pasti. Selanjutnya setelah berkomunikasi, seseorang akan mengambil sebuah keputusan untuk mneruskan atau menghentikankomunikasitersebut. Dalam teori informasi, yang juga kajian komunikasi, tingkat ketidaktentuan atau ketidakpastian itu akan berkurang ketika orang mampu melakukan proses komunikasi secara tepat.
Biasanya semakin besar derajat perbedaan lintas budaya, maka akan semakin besar pula kemungkinan kehilangan peluang untuk merumuskan suatu tingkat kepastian sebuahkomunikasi yang efektif. Hal ini disebabkan karena ketika berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda, maka dipastikan akan memiliki perbedaan pula dalam sejumlah hal.
Gudykunstt dan kim (1984) menunjukkan bahwa orang-orang yang kita tidak kenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas relasi antar pribadi. Usaha untuk mengurangi ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yaitu :
1.      Pra-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun non verbal. Dalam artian sebuah pertanyaan apakah komunikasi suka berkomunikasi atau sebaliknya menghindari komunikasi.
2.      Initial contact and impression, yakini sebuah tanggapan lanjutan atas kesan yang ditimbulkan atau muncul dari kontak pertama tersebut, seperti bertanya pada diri sendiri:apa saya sepeprti dia, apa dia mengeti saya, apa merugikan waktu saya jika berkomunikasi dengan dia, atau pertanyaan lainnya yang serupa.
3.      Closure, mulai membuka diri yang semula tertutup, melalui atribusidan pengembangan kepribadian. Teori atribusi sendiri menganjurkan agar kita lebih mengerti dan memahami perilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi atas suatu perilaku atau tindakan dari dia (lawan bicara) pertanyaan yang relevan adalah apa yang mendorong dia berkata, berpikir, atau bertindak demikian. Jika seseorang menampilkan tindakan yang positif maka kita akan memberikan atribusi motivasiyang positif kepada orang tersebut, karena alasan dia bernilai bagi relasi kita. Sebaliknya, jika seseorang menampilkan tindakan yang negatif, maka kita akan memberikan at4ribusi motivasi yang negatif pula. Sementara itu kita juga dapat mengembangkan buah kesan terhadap orang itu melalui evaluasi atas kehadiran sebuah keprribadian implisit.
Karena disaat awal komunikasi atau pada bagian pra-konta, telah memberikan kesan bahwa orang itu baik, maka semua sifat positifnya akan mengikuti dia, misalnya karena dia baik maka beranggapan bahwa dia pun jujur, ramah, setia kawan, penolong, tidak sombong, dan lainnya.
Selain itu ada pula beberapa alasan mempelajari komunikasi lintas budaya, yaitu :
1.      Membuka diri dan memperluas pergaulan,
2.      Meningkatkan kesadara diri,
3.      Etika/stis,
4.      Mendorong perdamaian dan meredam konflik,
5.      Demografis,
6.      Ekonomi,
7.      Menghadapi teknologi komunikasi,
8.      Menghadapi era globalisasi.[5]

E.     Ruang Lingkup Komunikasi Lintas Budaya
Pada dasarnya, ruang lingkup komunikasi antar budaya tidak jauh berbeda dengan komunikasi secara umum. Namun, yang menjadi penekanannya yaitu pada perbedaan budaya diantara para peserta komunikasinya. Berdasarkan analisis sederhana, merumuskan ruang lingkup komunikasi antar budaya dapat ditelusuri dengan cara mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang dimensi kebudayaan dalam konteks komunikasi antar budaya. Adapaun dimensi yang perlu diperhatikan adalah :
1.      Tingkat masyarakat kelompok budaya dari para pelaku komunikasi
2.      Konteks sosial tempat terjadinya komunikasi antar budaya
3.      Saluran komunikasi yang dilalui oleh pesan-pesan komunikasi antar budaya, baik yang bersifat verbal maupun non verbal





[1] Alo Liliweri. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. 2003. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara. Hlm. 18-19
[2] Bernard T. Adeney. Etika Sosial Lintas Budaya. 2000. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 156
[3] Turner. Pengantar Teori Komunikasi 1. 2008. Jakarta: Salemba Humanika. Hlm 42-43
[4] Deddy Mulyana & Jalaludin Rakhmat. Komunikasi Antar Budaya. 2005. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Hlm. V-VI
[5] Dr. Alo Liliweri, M,S. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. 2002. PT. LKiS Pelangi Aksara. Hal 33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar