Senin, 07 Desember 2015

TAFSIR PENGGUNAAN BAHASA PERSUASIF

“PENGGUNAAN BAHASA PERSUASIF”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Tafsir Tematik Komunikasi”




Disusun Oleh :
Inenda Felayani Safitri (B76212112)
F4/ ilmu komunikasi

FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SUARABAYA
2012/2013



A.   SURAH AL IMRAN AYAT 64
Surat Ali-Imran ayat 64
بَعْضُنَا يَتَّخِذَ وَلاَ شَيْئًا بِهِ شْرِكَ وَلاَ اللّهَ إِلاَّ نَعْبُدَ أَلاَّ وَبَيْنَكُمْ بَيْنَنَا سَوَاء كَلَمَةٍ إِلَى تَعَالَوْاْ لْكِتَابِ أَهْلَ يَا قُلْ
مُسْلِمُونَ بِأَنَّا اشْهَدُواْ فَقُولُواْ تَوَلَّوْاْ فَإِن اللّهِ دُونِ مِّن أَرْبَابًا بَعْضاً
Artinya:
“Katakanlah (Muhammad): "Wahai Ahli Kitab, marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka): "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim.” (QS. Ali-Imran: 64)
A.    TAFSIR SURAH AL IMRAN AYAT 64
M. Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Misbah, menulis, bahwa selesai Nabi Muhammad saw. menghadapi Kristen Najran, tetapi mereka enggan beriman. Ahl a-l-Kitab bukan hanya mereka. Ahl al-Kitab terdiri dari semua orang Yahudi dan Nashrani, bahkan sementara ulama memasukkan kelompok yang diduga memiliki kitab suci dalam pengertiannya. Ahl al-Kitab sekalipun yang bertempat tinggal di Madinah atau daerah-daerah lain, namun pesan ini ditujukan kepada mereka semua, bahkan sampai akhir zaman.
Sedemikian besar kesungguhan dan keinginan Nabi Muhammad saw. agar orang-orang Nashrani menerima ajaran Islam, sehingga Allah swt. memerintahkan beliau untuk mengajak mereka dan semua pihak dari Ahl al-Kitab agar menerima satu tawaran yang sangat adil, tetapi kali ini dengan cara yang lebih simpatik dan halus dibandingkan dengan cara yang lalu. Ajakan ini tidak memberi sedikit pun kesan berlebihan bagi beliau dan umat Islam. Beliau diperintahkan oleh Allah swt. untuk mengajak dengan panggilan Ahl al-Kitab , demikan panggilan mesra yang mengakui bahwa mereka pun dianugerahi kitab suci oleh Allah, tanpa menyinggung perubahan-perubahan yang mereka lakukan.
Masih dari ulasan M. Quraish Shihab. Dia mengatakan bahwa ajakan kepada Ahl al-Kitab dalam ayat tersebut, merupakan ajakan kepada sesuatu yang sangat mulia, kepada suatu ketinggian. Karena lafadz ta’alau dipahami sebagai kata yang berasal dari lafadz ‘ala, yang artinya tinggi. Kata ketinggian di pahami dari kata ta’alaw yang terambil dari kata yang berarti tinggi
. marilah menuju ke ketinggian , yaitu suatu kalimat ketetapan yang lurus, adil yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu , karena itulah yang diajarkan oleh para nabi dan rosul yang kita akui bersama , yakni kita sembah kecuali Allah , Yakni tunduk patuh lagi tulus menyembah-Nya semata dan tidak kita persekutukan  Dia dengan sesuatu apapun serta sedikit persekutuan pun , dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagaian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah , yakni kita tidak menjadikan para pemimpin agama kita menghalalkan atau mengharamkan sesuatu yang tidak di halalkan atau diharamkan oleh Allah . Jika mereka berpaling menolak ajakan ini – walaupun hal penolakan mereka diragukan mengingat jelasnya bukti-bukti . ini dipahami dari kata In yang di gunakan ayat ini – maka katakanlah : ‘Saksikanlah, ketahuilah dan akuilah bahwa kami adalah orang-orang muslim yang berserah diri kepada Allah’, sebagaimana yang diajarkan oleh nabi Ibrahim As”.
      Pernyataan terakhir ini dipahami oleh sementara mufassir bermakna, “Jika mereka berpaling menolak ajakan ini,maka semua dalil telah membuktikan keliruan kalian, dan dengan demikian kalian harus mengakui bahwa kami – bukan kalian – orang orang yang benar muslim, yakni menyerahkan diri kepada Allah sebagaimana yang diajarkan oleh Ibrahim as. Dan diwasiatkan olehnya.” Pernyataan ini juga bermakna, “Kalau kalian berpaling dan menolak ajakan ini, maka saksikanlah dan akuilah bahwa kami adalah orang orang muslim, yang akan melaksanakan secara teguh apa yang kami percayai. Pengakuan kalian akan eksistensi kami sebagai muslim – walau kepercayaan kita berbeda – menurut kalian untuk membiarkan kami melaksanakan tuntunan agama kami. Karena kamipun sejak dini telah mengakui eksistensi kalian tanpa kami percaya apa yang telah kalian percayai. Namun demikian kami mempersilahkan kalian melaksanakan agama dan kepercayaan kalian (Lakum dinukum wa liya din/ bagimu agamamudan bagiku agamaku) [1]






A.    SURAH AL IBRAHIM AYAT 4
Surah Al ibrahim ayat4
وَهُوَ يَشَاءُ مَنْ وَيَهْدِي يَشَاءُ مَنْ اللَّهُ فَيُضِلُّ لَهُمْ لِيُبَيِّنَ قَوْمِهِ بِلِسَانِإِلَّا رَسُولٍ مِنْ رْسَلْنَاا وَمَا
الْحَكِيمُ الْعَزِيزُ
Artinya :
“Dan tidaklah kami mengutus seorang rasul pun kecuali dengan bahasa kaumnya supaya dia dapat menjelaskan kepada mereka. Maka ALLAH menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki dan Dialah Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
B.     TAFSIR SURAH AL IBRAHIM AYAT 4
 mereka sama sekali bukan karena tidak jelasnya tuntunan atau kurangnya informasi yang mereka terima. Betapa tuntunan kami kurang atau tidak jelas padahal berkali-kali dan beraneka ragam penyampaian tuntunan itu dan disamping itu tidaklah kami mengutus seorang rasul pun sejak yang pertama hingga yang terakhir kecuali dengan bahasa lisan dan pikiran sehat kaumnya supaya dia, yakni rasul itu dapat menjelaskan dengan gamblang melalui bahasa lisan dan keteladanannya kepada mereka tuntunan-tuntunan kami itu. Maka ada diantara kaum yang mendengar penjelasan rasul itu yang membuat mata hati dan pikirannya sehinga diberi kemampuan oleh Allah melaksanakan petunjuk-Nya dan ada juga yang menutup mata hatinya sehingga sesat. Memang Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki untuk Dia sesatkan bila yang bersangkutan memilih kesesatan dan memberti petunjuk siapa yang Dia kehendaki bila yang bersangkutan ingin menperoleh pentunjuk dan Dialah Tuhan Yang Maha Perkasa dan tidak dapat dielakkan ketetapan-Nya lagi Maha Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya.
Ayat ini bukan berarti bahwa Rasul Saw. Hanya ditulisuntuk kaum yang berbahasa Arab. Ayat ini agaknya turun untuk menjawab dalih sementara kaum musyrikin mekah yang mempertanyakan mengapa AL-QUR’AN dalam bahasa Arab padahal kitab kitab suci yang lain tidak berbahasa Arab. Disisilain sangat wajar setiap rasul menjelaskan tuntunan ilahi dalam bahasa sasaran dakwahnya, karena umat dituntut untuk memahami ajaran ilahi, bukan menerimanya tanpa pemahaman. Sekali lagi walau Nabi Muhammad saw. Diutus untuk semua manusia, namun karena manusia tidak memiliki bahasa yang sama , maka sangat wajar jika bahasa yang digunakan adalah bahasa dimana jaran itu pertama kali muncul. Sejarah kemanusiaan hingga dewasa ini membuktikan bahwa tidak ditemui satu ajaran yang bersifat universal, sekalipun yang sejak awal lahirnya langsung menggunakan bahasa di luar bahasa masyarakat yang ditemuinya pertama kali. Selanjutnya rujuklah ke ayat 2surah Yusuf untuk memahami mengapa Al-Qur’anberbahsa Arab.
Di atas penulisan di jelaskan makna Illa bi lisani qaumihi dnegan kecuali dengan bahasa lisan dan pikiran yang sehat kaumnya. ini, karena bahasa disamping merupakan alat komunikasi, juga sebagai cerminan dari pikiran dan pandangan penggunaan bahsa itu. Bahasa dapat menggambarkanwatak dan pandangan masyarakat pengguna bahasa itu. Ketika bahasa indonesia menggunakan kata perempuan untuk menunjukkan jenis manusia mitra lelaki, maka itu mengisyaratkan bahwa dalam pandangan penggunaan kata ini, perempuan adalah manusia-manusia yang harus di empu dalam arti dihormati dan dimuliakan atau mereka harus mengempu, yakni membimbing dan mendidik. Menurut filosof Mesir kontemporer Zaki najib Mahmud, ‘Sebagai filosof masa kini antaraRussel, menyatakan bahwa susunan bahasa menggambarkan keyakinan metafisika serta unsur-unsur kejadian alam yang dianut oleh bangsa-bangsa yang menggunakannya.
Di sisi lain al-Qur’an pun sering kali menggunakan kata Qala/berkata dalam arti Meyakini, misalnya : “Mereka berkata Allah mempunyai anak, Maha Suci Allah” (QS. Al-Baqarah[2]: 116). Firman Allah memuji sifat ham-hamba-Nya yangdi gelar-Nya sebagai ‘Ibad ar-Rahman antara lain dalam firman-Nya : Mereka yang berkata: “Tuhan kami, jauhkanlah siksa neraka jahannam dari kami, sesungguhnyasiksanya adalah kebinasaan yang kekal”(QS. Al-Furqan[25]: 65). Tentu saja apa yang dilukiskan ini bukan sekedar ucapan mereka dengan lisan, karena jika demikian apalah keistimewaannya. Semua orang dapat mengucapkannya dan bermoohon demikian. Jika demikian, itu adalah sikap keyakinan dan perasaan mereka. Itulah yang dicerminkan oleh bahasa lisan itu. Atas dasar semua penulis uraikan diatas, agaknya tidak berlebih jika dikawtakan bahwa Allah mengutus setiap Rasul dengan bahasa kaumnya, yakni bahasa lisan mereka serta tuntunan-tuntunan yang sesuai dengan tingkatan pemahaman dan pemikiran kaum berakal hidup padamasa rasul itu diutus, karena seandainya tidak sesuai denagn pikiran sehat mereka, maka tentu saja ajaran yag disampaikan oleh sang rasul tidak akan berkenan dihati dan pikiran mereka. Itu pula sebabnya sehingga setiap rasul mepinya, dan membawa bukti kebenaran yang sejalan dnegan kemahiran kaum yang dihadapinya, dan karena itupula sehingga ajaran ilahi yang mereka sampaikan sejalan dengan perkembangan setiap masyarakat, dan dari sini juga dapat dimengerti mengapa terjadi pembatalan atau perubahan rincian syariat satu rasul oleh syariat rasul sesudahnya.[2]














                                                                                                                     





A.    SURAH AL BAQARAH AYAT 256
Surah Al BaqarahAyat 256

 لاَالْوُثْقَى بِالْعُرْوَةِ اسْتَمْسَكَ فَقَدِ بِاللهِ وَيُؤْمِن بِالطَّاغُوتِ يَكْفُرْ فَمَن الْغَيِّ مِنَ الرُّشْدُ تَّبَيَّنَ قَد الدِّينِفِي لآَإِكْرَاهَ  عَلِيمٌ سَمِيعٌ وَاللهُ لَهَا انْفِصَامَ
Artinya:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al-Baqarah: 256).

Kosakata : Ikrah (Al-Baqarah2/256)
      Secara etimologis, Ikrah berarti paksaan, terbentukdari kata akhara-yukhiru, bermakna memaksa. Akar katanya artinya ketidaksenangan atau kesulitan yang dihadapi oleh seseorang akibat dibebani sesuatu secara paksa. Pemaksaan adalah pekerjaan yang menyebabkan orang lain tidak senang atau tidak suka. Dengan demikian, maksud tidak ada ikrah dalam ayat ini adalah bahwa kita tidak boleh memaksa orang lain untuk masuk agama islam. Allah menghendaki agar seseorang masuk islam secara sukarela , ikhlas dan tanpa paksaan. Inilah yang menyababkan keislaman sesorang bisa efektif. Berkaitan dengan misi dakwah, tugas kita hanyalah menyampaikan saja dan tidakdiperkenankan memaksa obyek dakwah untuk mengikuti apa yang kita sampaikan, karena hal itu menjadi urusan Allah.

Munasabah :
       Pada ayat yang lalu, Allah telah menjelaskan sifat-sifat-Nya yang mulia, yang hanya dimiliki-Nya semata. Dia mengetahui semua kejadian dan perbuatan yang dilakukan oleh mahluk-Nya. Dalam ayat ini Dia menegaskan bahwa laranganmelakukan kekerasandan paksaan bagi umat islam terhadap orang yang bukan muslim untuk memaksa masuk agama islam.

Azbabun Nuzul :
       Definisi azbabun nuzul adalah sesuatau hal yang karenanya Qur’an diturunkan untuk menerangkan status (hukum)nya pada masa hal itu terjadi , baik berupa peristiwa maupun pertanyaan. Perlunya kita mengetahui Azbabun nuzul yaitu : agar kita mengeatahui hikmah diundangkannya suatu hukum danperhatian syara’ terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa, karena sayangnya kepada umat dan mengkhusukan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi , bila hukum tersebut dinyatakan dalam bentuk umum. [3]
       Riwayat Abu Daud, Ibnu Hibban, an-Nasa’i as-Suddiy dan Ibnu Jarir telah menyebutkan sebab turunnya ayat 256 ini: Seorang lelaki bernama Abu al-Husain dari keluarga Bani Salim Ibnu ‘Auf al-Ansari mempunyai dua orang anak laki-laki yang telah memeluk agama nasrani, sebelum Nabi Muhammad Saw diutus sebagai nabi. Kemudian kedua anak itu datangke Medinah (Setelah datangnya agama islam) maka ayah mereka selalu meminta agar mereka masuk agama islam, dia berkata kepada mereka, “saya tidak akan membiarkan kamu berdua, hingga kamu masuk islam.” Mereka lalu mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw dan ayahmereka berkata,”apakah sebagaian dari tubuhku akan masuk neraka , dan aku hanya melihat saja?” maka turunlah ayat ini, lalu sang ayah membiarkan mereka itu tetapdalam agama semula.

TAFSIR :
        (256) Tidak dibenarkan adanya paksaan untuk menganut agama islam. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan, serta dengan nasihat-nasihat yang wajar, sehingga mereka masuk agama islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri. Apabila kita sudahmenyampaikan kepadamereka dengan carayang demikian, tetapi mereka tidak mau beriman, itu bukanlah urusan kita, melainkan urusan Allah. Kita tidak boleh memaksa mereka. Dalam ayat yang lain (Yunus/10:99) Aallah berfirman yang artinya : “Apakah engkau ingin memaksa mereka hingga mereka itu menjadi orang-orang yang beriman?”
        Dengan datangnya agama islam, jalan yang benar sudah tampak dengan jelas dan dapat dibedakan dari jalan yang sesat. Maka tidak boleh ada pemaksaan untuk beriman, karena iman adalah keyakinan dalam hati dan sanubari dan tak seorangpun dapat memaksa hati seseorang untuk meyakini sesuatu, apabila dia sendiri tidak bersedia. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan kenabian Muhammad Saw sudah cukup jelas. Maka terserah kepada setiap orang, apakah akan beriman atau kafir, serta ayat-ayat itu samapai kepada mereka. Inilah etika dakwah islam. Adapunsuara-suara yang mengatakan bahwa gama islam dikembangkan dengan pedang hanyalah tuduhan dan fitnah belaka. Umat islam di Mekkah sebelum berhijrah ke Medinah hanya melakukan shalat dengan cara sembunyi, dan mereka tidak mau melakukannya secara demonstratif di hadapan kaum kafir.
       Ayat ini turun kira-kira pada tahun ketiga sesudah hijrah, yaitu setelah umat Islam memiliki kekuatan yang nyata dan jumlah mereka telah bertambah banyak, namun mereka tidak diperbolehkan melakukan paksaan terhadap orang-orang yang bukan muslim,baik secara halus, apalagi dnegan kekerasan. Adapun peperangan yang telah dilakuakan umat islam, baik di Jazirah Arab,maupundi negeri-negeri lain, seperti di Mesir, Persia dan sebagainya, hanyalah semata-mata suatau tindakan beladiri terhadap serangan-serangan keum kafir terhadap mereka. Selain itu, peperangan dilakukan untuk mengamankan jalannya dakwah islam, sehingga berbagai tindakan kezaliman dari orang-orang kafir yang menfitnah dan mengganggu umat islam karena menganut dan melaksanakan  agama mereka dapat di cegah, dan agar kaum kafir itu dapat menghargai kendaraan pribadi dan hak-hak asasi manusia dalam menganut keyakinan.
       Di berbagai daerah yang telah du kuasai kaum Muslimin, oarang yanag belum menganut agama islam di beri hak dan kemerdekaan untuk memilih : apakah mereka akan memeluk agama islam ataukah akan tetap dalam agama mereka. Jika mereka memilih untuk tetap dalam agama semula, amka mereka di haruskan membayar “Jizyah” yaitu semacam pajak sebagai imbalan dari perlindungan yang diberikan pemerintah Islam kepada mereka. Keselamatan mereka dijamin sepenuhnya, asal mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang memusuhi islam dan umatnya. Ini merupakan bukti yang jelas bahwa umat islam tidak melakukan, bahkan tetap menghormat  kemerdekaan bergama, walaupun terhadap golongan minoritas yang berada di daerah-daerah kekuasaan mereka. Sebaliknya dapat kita lihat dari bukti-bukti sejarah, baik pada masa dahulu, maupun pada zaman modern sekarang ini, betapa malangnya nasib umat Islam, apabila mereka menjdi golongan minoritas di suatau negara. Tagut , atau tidak lagi menyembah patung, atau benda yang lain, melainkan beriman dan menyembah Allah semata-mata, maka dia telah mendapatkan pegangan yang kokoh, laksana tali yang kuat, yang tidak akan putus. Iman yang sebenarnya adalah iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lidah dan diriringi dengan perbuatan. Itulah sebabya maka pada akhir ayat, Allah berfirman yang artinya: “Allah Maha Mendengar lagi Mha Mengetahui”. Artinya Allah senantiasa mendengar apa yang di ucapkan, dan Dia selalu megetahui apa yang diyakini dalam hati, dan apa yang diperbuat oleh anggota badan. Allah akan membalas amal seseorang sesuai dengan iman,perkataan dan perbuatan mereka masing-masing.[4]







                                                                                                                         
HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN BAHASA PERSUASIF DAN ILMU KOMUNIKASI
       Kemudian hubungan antara  penafsiran surah Al-Baqarah ayat 256, surah al Ibrahim ayat 4 dan surah al Imran ayat 64 dengan ilmu komunikasi apa? Menurut saya sendiri hubungannya dengan surah al Baqarah ayat 256 adalah bagaimana cara kita menyampaikan ajaran islam dengan niatan baik untuk mengajak umat nasrani agar memeluk agama islam dengan cara ikhlas tanpa ada paksaan.  karena iman adalah keyakinan dalam hati dan sanubari dan tak seorangpun dapat memaksa hati seseorang untuk meyakini sesuatu, apabila dia sendiri tidak bersedia . disini kita menggunakan fungsi komunikasi sosial yakni pembentukan konsep diri, yang artinya pandangan kita mengenai diri ita sendiri , hal itu hanya bisa kita peroleh dengan adanya keyakinan pada diri kita sendiri atau informasi dari orang lain dengan menggunakan bahasa persuasif yang sifatnya fakta , mendorong , mempengaruhi dan membujuk pembaca, serta menarik untuk memberikan sugesti (kesan) kepada orang tsb.[5]
       Sedangkan hubungan surah al ibrahim ayat 4 dengan ilmu komunikasi adalah kaum yang mendengar penjelasan rasul adalah kaum yang membuka mata hati dan pikirannya sehingga diberikemampuan oleh Allah SWT untuk melaksanakan petunjuknya , adapula kaum yang tidak mau mendengar penjelasan rasulNya sehingga mata hatinya tertutup hingga ia tersesat . kalimat diatas bisa disambungkan dengan persepsi inti komunikasi yakni kekeliruan dan kegagalan persepsi yang artinya proses internal dalamdiri kita untuk memahami penyebab perilaku dan omongan orang lain. Dengan contoh kita mengamati omongan rasul bahwa kita harus membuka mata hati dan pikiran kita agar kita diberi kemampuan oleh Allah swt , kita menduga sifat , omongan dan tujuan rasul juga berdasarkan perilaku tsb .[6]
      Lalu yang terkhir, hubungan surah al Imran ayat 64 dengan ilmu komunikasi adalah ada di titik penggunaan bahasa dalam firman Allah : marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan ita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka): "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim. Makna kalimat tersebut adalah kemampuan manusia untuk menempatkan lidah secara tepat di berbagai tempat dan suasana dalam sistem milik manusia yang memungkinkannya membuat berbagai pendapat yang dibutuhkan untuk membuahkan hasil .[7]




DAFTAR PUSTAKA

M.Shihab Quraish. Tafsir al-Mishbah.Jakarta:Lentera Hati, 2002
H.Said Bahreisy., and H.Salim Bahreisy.Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier jilid 4.Surabaya:PT Bina Ilmu,1988
H.Said Bahreisy., and H.Salim Bahreisy.Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier jilid 2.Surabaya:PT Bina Ilmu,1988
Kementrian Agama RI. AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA.Jakarta:Widya Cahaya,2011
Drs. Mudzakir AS. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.Jakarta:Litera AntarNusa,2007             
Prof.Deddy Mulyana, M.A.,Ph.D. Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi.Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA, 2010



[1] H.Said Bahreisy,Terjemah singkat Tafsir Ibnu katsier,PT.Bina Ilmu,Hlm 95
[2] M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah,Lentera hati,hlm 12
[3] Drs. Mudzakir AS,Studi ilmu-ilmu Qur’an,Litera AntarNusa,hlm 107

[4] Kementrian Agama RI,AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA,Widya Cahaya,hlm 380
[5]Prof.Deddy Mulyana, M.A.,Ph.D,Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi, PT REMAJA ROSDAKARYA,hlm6
[6]Prof.Deddy Mulyana, M.A.,Ph.D,Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi, PT REMAJA ROSDAKARYA,hlm179
[7]Prof.Deddy Mulyana, M.A.,Ph.D,Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi, PT REMAJA ROSDAKARYA,hlm263

Tidak ada komentar:

Posting Komentar